Bilik Cerita Relung Jiwa Pasung Luka, Sehimpun Puisi Untuk Kau Kenang

Cintamu, Sepasang Tangan. Memeluk Masa Depan

Ritus & Langgam, Bilik Cerita --- Terkadang membaca ulang tulisan sendiri menjadi kepuasan tersendiri, sekaligus bentuk introspeksi diri dalam menulis. Begitu pula ketika hendak menyusun naskah, baik milik sendiri maupun orang lain. Kita selalu dipertemukan dengan beragam kilas balik, mulai dari bagaimana dulu belajar, hingga kenangan yang mengiringinya.

Sekitar 2 tahun lalu, saya menulis sebuah puisi untuk seorang sahabat, di mana semua kisahnya direfleksikan menjadi sehimpun puisi dengan dua prosa, satu di awal menjadi prolog dan terakhir menjadi epilog.

Sebenarnya, waktu itu tidak ada rencana sama sekali untuk diterbitkan dalam beberapa puluh eksemplar, tapi kemudian saya berpikir: "alangkah baiknya jika cerita dan pengalaman sahabatku ini dibaca oleh banyak orang, yang mana hampir semua orang pernah dan akan mengalaminya".

Kumpulan puisi yang termuat dalam buku "Relung Jiwa Pasung Luka" ini mulai digarap dari tahun 2019, tepat seminggu setelah saya dan sahabat saya itu selesai berdiskusi. Masih teringat jelas, saat itu ia bercerita [curhat] mengenai hubungannya dengan seseorang di tempat kerjanya.

Seperti kebanyakan perasaan dan kisah percintaan pada umumnya, ada yang menyukai tapi tidak diketahui atau sama-sama suka, tetapi malu-malu. Cerita sahabatku itu setidaknya mirip dengan hal tersebut, meski tak semuanya sama dari segi perasaan, perjuangan, dan kondisi.

Buku yang juga memiliki tema "Sehimpun Puisi Untuk Kau Kenang" ini sempat mangkrak beberapa bulan dan terundur dari terbitnya.

Saya mulai menulisnya bulan September awal, meski kemudian beberapa puisi di awal-awal tanggal dan untuk beberapa puisi tahun 2020 juga tidak dimasukkan, yang dimasukkan hanya puisi dari tanggal 20 September sampai dengan 24 November 2019. Hal ini mempertimbangkan ketebalan buku, karena akan terasa membosankan jika isinya harus puisi semua, terlebih yang diterbitkan saja sudah mencapai 55 judul puisi.

Apalagi saat itu ketika saya menulis, sehari bisa 4 sampai 7 judul puisi. Bisa dibayangkan jika dari September 2019 sampai Mei 2020 dimasukkan, seberapa tebal dan banyaknya judul puisi yang harus dimuat dalam satu buku.

Saya ucapkan terima kasih kepada @voktavnor karena mau berbagi cerita.

Ritus & Langgam

Manuskrip digital dan dokumentasi tulisan Achmad Fauzy Hawi

Posting Komentar

Berkomentarlah dengan bijak

Lebih baru Lebih lama