Serial Jejak dan Ingatan: Risalah Pertemuan

Serial Jejak dan Ingatan: Risalah Pertemuan
Serial Jejak & Ingatan - Lembar kusam dan coretan-coretan yang tertera di dalamnya mengisahkan bagaimana perjalanan, kisah, dan pengorbanan.

“di kotak pandora itu, tersimpan kenang
di dalamnya ada segala hal tentang dirimu
dan cerita tentang masa laluku.
di kotak pandora itu, tersimpan kenang
cerita tentang waktu dan ruang tunggu
dirimu yang satu dan asa menyatu.
di kotak pandora itu, tersimpan kenang
masa-masa di mana senyummu jadi bahagiaku
dan gegap gempita dada alasan cintaku
amerta, menuju hidupmu.”

Setiap orang maupun pasangan memiliki ruang personalitinya, tempat di mana ia menyimpan rahasia. Di sana akan ditemukan berbagai hal, mulai dari perjalanan, proses, hubungan, dan kekhawatiran. Begitu juga denganku, tersimpan segala hal yang pernah dan akan kulakukan seperti bagaimana dulu aku pernah memperjuangkan seseorang, berkorban untuknya dan memberikan jalan baginya untuk berkembang. Selain itu, ada saat di mana aku harus bertindak sebagai kekasih maupun teman.

"Tak ada kekhawatiran dan kekalutan
kala itu, hanya ada cinta dan rindu
yang sering kita bicarakan.
Kita sama-sama tahu, yang diperjuangkan
dan apa yang ditakutkan.
kala itu, hanya ada cinta dan rindu
sebab alasan kau dan aku menyatu
dalam baris-baris doa hanya satu.
hitungan masa dan waktu.
kala itu, hanya ada cinta dan rindu
kau adalah segala bentuk cinta
dan rindu seluruhmu.”

“Apa yang kau mengerti tentang diriku, selama ini kau tak pernah peduli apa yang kuinginkan apalagi yang kubutuhkan. Kau hanya peduli bagaimana orang berpendapat tentang dirimu, kau sama sekali tak pernah mempertimbangkan apa yang orang lain katakan tentangku. Selama aku bersamamu, tak pernah sekalipun kau menjadi bagian utuh dalam diriku. Kau hanya peduli pada dirimu sendiri, tak pernahkah kau mencoba mengerti aku?” - seloroh Amara pada kekasihnya, Pranata yang memboncengnya.

Saat itu, jalanan tampak ramai. Kendaraan lalu lalang. Pertengkaran antara keduanya terjadi tepat di waktu orang-orang pulang dari kerja. Matahari sudah sedikit tenggelam, dan merah saga langit mengisyaratkan malam akan tiba.

Amara melanjutkan gerutunya dan aku masih diam mendengarkan. Di satu sisi karena aku dalam keadaan menyetir, mempertimbangkan ramainya jalanan. Sedang di sisi yang lain, aku mengerti ada kesalahan yang telah aku lakukan dan tak memungkinkan untuk menimpali tindakannya dengan kondisi yang ada sekarang.

“Telah banyak yang kulakukan untukmu. Aku tak pernah mempermasalahkan apa yang kau lakukan atau ketika kau tak ingin berbicara mengenai masa lalumu” – dengan wajah ketus dan nada yang cukup tinggi, amarah itu tertumpah.

Perjalanan pulang itu terasa lambat, padahal tempat yang dituju tidak jauh dari 500 meter. Belum lagi orang-orang yang memandang penuh tanya di setiap kami berhenti di lampu merah. Entah sudah berapa pasang mata yang melihat Amara menggerutu. Rasanya aku ingin cepat-cepat sampai, karena ini bukanlah sesuatu yang harus dipertontonkan.

“Kau jauh dari ekspektasi awalku, kukira kau adalah lelaki yang akan mengedepankan perasaan pasangannya” – amarahnya semakin menjadi-jadi, hingga menyentuh hal yang menurutku sensitif.

Aku seketika seperti tersiram bara, bagaimana tidak. Aku sebagai laki-laki dipertanyakan dan diragukan oleh seseorang yang selama ini kuperjuangkan. Tidakkah ia menyadari bahwa hal yang telah diucapkannya sangat menyebalkan. Seakan-akan ia berkata, aku bukanlah lelaki yang tidak memiliki tanggung jawab dan tidak memiliki prinsip. Tapi mau bagaimana lagi, aku begitu menyadari amarah tidak bisa dilawan dengan amarah. Meski begitu, hal itu benar-benar membuatku tersentak. Dadaku tertusuk dan ia menyinggung sesuatu yang tak seharusnya.

“Tidakkah ia tahu, apa yang diutarakan adalah sesuatu yang mampu merusak hubungan” — batinku.

Puisi Risalah Pertemuan dalam Serial Jejak & Ingatan

/1/

Gema rindu, menujumu
degup jantung mencarimu
disela-sela nafasku, engkau
memanggil namaku. Gema rindu,
menujumu dan aku menunggu datangmu.

Di baris langkahku ini, kuceritakan
masa lalu yang sama-sama kita rindukan
tentang perbincangan dan caramu
mengajariku. Cinta dan kamu
menyatu, dekat dengan nadiku.

/2/

Gema rindu, menujumu
di gegap gempitanya rasaku
dadaku bergemuruh. Cinta dan kamu
menyatu, dekat dengan saraf nadiku.

/3/

Kala itu, kita meramu
rasa di antara persimpangan masa lalu
dan masa depan yang tak memiliki arah tuju.

Aku yang tak tahu bagaimana hidup berjalan
dan poros membawamu padaku.
Di tengah hiruk pikuk ruangan
kau tersenyum padaku. Di binar matamu
kutemukan cinta dan asa, menyatu
dekat dengan saraf nadiku.

/4/

Di dalam risalah pertemuan, baris-baris
doa mengantarkanku pada cinta dan rindu.
Di sana ada langgam dan mantra
untuk masa depan; ikrar dan janji.
Di dalam risalah pertemuan
Kutemukan engkau, duduk menghitung bintang
dan membaca pertanda alam.
Kepada Sanghyang, sesaji dan puja puji
dihaturkan. Disebutkan seluruh
bersama sandi-sandi alam
dan perjanjian kadewatan.

/5/

Musim yang kita lalui menjadi isyarat, arti
dan bakti. Dari banyaknya puja-puji
tersirat doa-doa suci. Di sana hidup tak lagi
mimpi, angan-angan, dan ekspektasi.
Musim yang kita lalui menjadi bukti
cinta dan rindu ini tertuju, untukmu.

Kita berjalan ditemani musim-musim dan banyak waktu yang telah kita habiskan bersama adalah bukti cinta dan kerinduan, di sana kau jadikan aku sebagai tumpuan dan arah tuju; masa depan, tempat segala mimpi kau titipkan. Jauh di dasar hatimu, aku menjadi darma, bakti yang perlu dituntaskan. Di tanganmu, doa-doa tergenggam.
Achmad Fauzy Hawi

Sering mendengarkan daripada bercerita, lebih banyak minum kopi hitam daripada menulis. Bisa dijumpai juga di sosial media dengan akun Achmad Fauzy Hawi

Posting Komentar

Berkomentarlah dengan bijak

Lebih baru Lebih lama