Cintamu Perlambang Kartika dan Sasmita

Ritus & Langgam - Tentu kau bertanya-tanya kan, tentang kabar baik sekaligus buruknya? Adakah aku masih setia dan mencintaimu seperti dahulu, ketika pertama kali berjumpa atau justru sebaliknya, berpaling dari jalan yang telah ditentukan sebelumnya. Memilih tak bersama denganmu dan berjalan sendiri. Membuka lembar baru dan memulai kisah lain tanpamu.

Aku menyadari, di benakmu saat ini ada lirih kata-kata yang tak bisa dihilangkan. Ia menjelma dogma sekaligus doktrin untuk setiap kenang. Cerita dan cita-cita yang pernah kau utarakan maupun yang kujanjikan. Aku tahu, kau tentu akan berkata “semua ini seharusnya tak terjadi”.

Memang seharusnya ini tak pernah terjadi karena perpisahan adalah sesuatu yang tak pernah adil, untukku maupun untukmu. Tak ada perpisahan yang membahagiakan ataupun melegakan, selalu ada kenang yang membekas.

“Cinta adalah upaya dan setia merupakan pilihan. Sedang bertahan dan merelakan seperti sebuah keharusan yang harus kita miliki sejak dini”. Tapi tahukah kau, hubungan bukan hanya persoalan “aku cinta kamu dan kau menyayangiku”.

Cinta adalah soal memberi dan siapa yang banyak mengerti. Memahami bahwa keduanya harus sama-sama berjuang. Takkan cukup hanya dengan perasaan, kita harus membentuk kebersamaan sekaligus pengertian agar tercipta kenyamanan, penerimaan, dan tujuan yang sejalan.

Sayangnya, apa mau dikata. Kadang pikiran kita tak lebih dari timbunan prasangka. Mendahului keteguhan hati. Pengetahuan yang telah diperoleh menjadikan perasaan abu-abu, kebimbangan, dan pembodohan. Kita tak mampu membantah, bahwa sebenarnya kita masih sama-sama cinta dan membutuhkan.

Namun, sekali sungguh sangat disayangkan. Ego dan kekhawatiran akan stereotip tetangga bahkan keluarga kadang lebih menakutkan. Bagimu, kemurnian tak lebih dari penilaian yang timbul dari stigma, dilabelkan oleh mereka yang tak pernah tahu kebenarannya. Sedangkan ketulusan yang kuberikan seperti buih, dibawa ke tepi oleh air pantai sebelum akhirnya hilang tak berbekas karena angin Tenggara.

"Biarlah jika memang demikian, kau lebih mengerti keinginanmu. Meski kau masih mencintaiku atau aku yang tetap menyayangimu, semua itu tak lagi berarti. Nyatanya, cintaku kalah dari kalut dadamu dan aku tak mampu memenangkan pertempuran antara ego dan hatimu".

Jadi apa mau dikata hari ini, kau dengan pendirianmu dan aku berjalan di atas kepercayaanku. Biarkan semesta menjawab, apa yang baik dan benar menurutmu. Aku akan tetap melanjutkan apa yang telah kumulai. Entah denganmu atau dengan yang dipilihkan Tuhan untukku.

Syukur jika kelak kau kembali menemukan pencerahan dan mencariku, tapi jika sebaliknya. Mungkin memang seharusnya begitu, kau dengan bahagiamu dan aku dengan ketetapan hatiku.

Sebab sampai detik ini, satu yang kupahami tentang cinta dan percintaan. Cinta adalah kemurnian yang diberikan Tuhan dan percintaan adalah apa yang kita yakini, menjadi tindakan yang kadang terbungkus ego dan terbalut perasaan.

Selebihnya, aku akan bermunajat kepada Sang Maha Pencipta agar kelak kita sama-sama menemukan bahagianya sendiri. Terima kasih untuk segala cinta dan kisah yang pernah kau berikan. Darimu aku belajar, menjadi diri sendiri. Menabahkan dan menguatkan hati atas segala hal yang tak pernah kupahami dan kupelajari.

Semoga kelak di kehidupan selanjutnya, kita bersanding. Abadi seperti cintaku saat ini. Untukmu segala rasa dan asa. Cintamu lambang kartika dan sasmita, memberi jalan dan energi kehidupan. Sampai jumpa, di reinkarnasi selanjutnya.

Riwayat dan peninggalan yang kau berikan seperti arus lautan, bergelombang pasang. Sesekali ia menjadi badai dan tak jarang membentur dinding hati. Jiwaku kalut, nestapa kian membawaku menuju prahara.

"Gemuruh lautan pantai selatan mengabarkan, segala yang kau berikan tak lebih dari penjelmaan pura-pura. Sayang tapi tak ingin bersama, mengaku cinta tapi tak mampu menenangkan. Kini, aku seperti seseorang yang tersesat di lautan lepas. Hilang arah dan tak mampu kembali ke perbatasan."

Remang mata kaburkan pandangan. Cintamu bunyi sangkakala yang menghancurkan dan luluhlantahkan ketabahan. Kini tak lagi ada kata damai di jiwaku, hanya tersisa sakit yang sesakkan dada.

"Makam pemuja Tantra berserakan.
Tubuh-tubuh yang gagah, tersisa tulang.
Oleh moyangnya ia di makan
dan anak-anaknya persediaan masa perang.
Di jangka waktu terakhir.
Ajaran di mulai, dan kebenaran diwartakan."

Yogyakarta, 02 Februari 2022 / Gambar oleh Grober Arzapalo dari Pixabay
Ritus & Langgam

Manuskrip digital dan dokumentasi tulisan Achmad Fauzy Hawi

Posting Komentar

Berkomentarlah dengan bijak

Lebih baru Lebih lama