Ritus & Langgam - Hiruk-pikuk dan riuhnya isi kepala, hatiku berdarma. Menyebut asma-asma Tuhan. Di haribaan, ruhku bersujud. Bersembah pasrah dalam siklus Padewan dan pada Dewa Bumi, kuhaturkan cinta dan kemakmuran. Untuk segala anugerah yang telah diberikan, semoga menjelma menjadi kasunyatan dalam laku dan tindakan.
Cintamu, setabah bumi yang terjajah. Di sana ada sejarah, mitos dan legenda. Mendarah daging, menjadi laku sekaligus kepercayaan. Untukmu yang saat ini tengah merindu dan menunggu kabar. Percayalah, kau adalah rumah. Tempatku menemukan aroma surga.
Doaku, mantra jiwa. Kala sembah sujud pada Tuhanmu, aku berikhtiar seperti hamba yang hilang dari kepercayaan keluarganya. Pada lintasan 7 dan 9 lintang, aku menemukan bahwa hidup saat ini tak lebih propaganda. Penuh sandiwara dan permainan yang harus dilihat secara terbalik. Begitu pula dengan sikap dan cintamu, ia laksana hembusan angin yang datang dari arah laut sebelum akhirnya membawa badai ke tengah-tengah samudera.
"Sayang ... tak perlu kau tegaskan, cinta sebagai ranum saga yang merekah merah darah. Tak perlu juga kau sebutkan bahwa kepercayaanku adalah kekafiran dan kekufuran, sebab tak pernah kau temukan dalam tindak lakuku kefasikan maupun kenaifan. Sebaliknya, di sana kau rasakan kenyamanan dan penjelmaan kasih sayang. Untuk setiap hidup dan rasa yang terkandung di jiwamu."
Telah kujelaskan segala yang perlu kau ketahui dan telah tuntas pengertian atas keimanan maupun kepercayaan. Sudah saatnya kau memutuskan, hendak bersanding atau berpaling dari hidupku. Segala pilihan dan keputusan, akan berdampak. Ia akan menjadi baik jika kau mempercayai dan benar apabila kau mengakuinya.
Tapi yang perlu diperjelas dari semua hal "tak ada benar yang tak bisa dibuat dan tak ada baik yang tak bisa diperlihatkan". Semua hal di dunia ini bisa dibuat dan dijelmakan sesuai pikiran, namun takkan bisa menjadi kenyataan sebab para Dewa telah memberi jangka untuk hidup yang lebih baik dan kembali pada yang seharusnya.
Aku tahu, "di jiwamu, kadang ada pasang. Benturan air dan karang. Sedang di matamu, kelabu awan bergerak kesana kemari. Sebelum akhirnya hujan turun ke pelataran".
Yogyakarta, 01 Februari 2022 / Gambar oleh Viktor Kirilchuk dari Pixabay