Bagimu Kehidupan Adalah Kesendirian

Ritus & Langgam - Kita tahu bahwa sifat manusia adakalanya lebih banyak memihak pada dirinya sendiri, baik ketika ia berpikir ataupun ketika ia bertindak. Mau diakui atau tidak, hal pertama yang dipikirkan manusia adalah bagaimana memperoleh keuntungan, meski kadang ia harus merelakan kadar kemanusiaannya.

"Tak perlu menyangkalnya, kehidupan bagimu adalah kesendirian. Tak ada ruang untuk orang lain, apalagi untukku. Dari dulu sebelum bersamaku, kau selalu begitu. Menjadikan diri sendiri sebagai pusat perhatian, tapi tak mau memperhatikan" ~ Disela waktu, ketika duduk berdua bersamaku. Kau bersumpah-serapah, seakan tak ada orang di dekatku.

Aku mengerti dan memahami, bahwa pemikiranku atas hidup tak sama denganmu. Terlebih soal sudut pandang atas laku dan nilai kehidupan seseorang. Bagiku yang berbeda keyakinan denganmu, baik soal kepercayaan dan keimanan ini "hidup adalah milik sendiri, dan penghidupan adalah milik semua orang. Yang butuh kepercayaan, kesetiaan, dan timbal balik".


"Hidup adalah milikku sendiri, tak ada yang berhak mengaturnya, termasuk Tuhanmu yang satu itu. Aku memiliki kepercayaan yang jauh berbeda denganmu, kau dengan keimananmu yang selalu disandarkan pada surga dan neraka, baik dan buruk, benar dan salah."

"Tapi tidak denganku, kepercayaanku diturunkan dari moyang dan pendahuluku. Nubuat yang sudah sedari dulu ada dan itu bukanlah mitos belaka. Kau tak berhak memutuskan bahwa aku hidup dalam kesendirian " ~ Sanggahku kala kau menyudutkan bahwa hidupku tak lebih dari kesendirian. Moksa yang dipaksakan.

"Perlu kau tahu" ~ lanjutku kemudian dengan tatapan nanar tapi bukan untuk menyudutkannya, melainkan coba menyadarkan pandangan atas hidup yang berbeda.

"Tak dapat disangkal, manusia cenderung mementingkan dirinya sendiri. Aku sudah cukup hafal dengan karakter orang semacam itu. Mereka hanya mementingkan dirinya sendiri, menganggap bahwa pertolongan sebagai perbudakan dan tanggung jawab yang perlu dipikulkan terhadap orang lain. Pemberian yang disodorkan tak lebih daripada pamrih dan hutang yang harus dibayar dengan kerja keras".

"Selama hidup sampai detik ini, ragam manusia ditemui. Mulai dari warnanya yang kuning, biru, hitam, putih, dan merah. Semuanya sudah kuketahui. Tak perlulah kau mendakwaku sebagai manusia yang hanya mementingkan diri sendiri. Jika kau sendiri tak pernah berada di posisiku ini. Kita perlu menyepakati sudut pandang masing-masing, agar kau tak mendikteku apalagi memutuskan dengan sepihak soal hidupku."

Gambar oleh Kerstin Riemer dari Pixabay
Ritus & Langgam

Manuskrip digital dan dokumentasi tulisan Achmad Fauzy Hawi

Posting Komentar

Berkomentarlah dengan bijak

Lebih baru Lebih lama