Kita, Cerita yang Tak Mengenal Nama

Sajak Kita, Cerita yang Tak Mengenal Nama

//1//

Jejak langkah yang kita tinggalkan
adalah sebuah kisah, tak mengenal nama pemiliknya.
Sewaktu-waktu terhapus
hujan dan angin. Untuk kita yang
sedang berjalan menuju
masa paling cerah
dalam kehidupan, luangkan sejenak beristirahat dari lelahnya perjuangan.

Jejak langkah yang kita tinggalkan
terhapus musim sebelum sampai pancaroba di ujung hari;
petualangan kita berhenti
sampai di sini.

//2//

Sayang, masa depan adalah kisah
yang tak mengenal upaya.
Kau tahu mengapa? Tanyamu
setelah kita sampai
di kedai kopi Jalan Mataram.

Kemudian kau melanjutkan lagi,
seakan-akan tahu bahwa aku tak begitu
peduli dengan seperti apa masa depan
dan segala bentuk rintangan
yang kau antisipasi penuh kepercayaan

Jika kita berlari mengejar
matahari, apakah kau akan tahu
senja berakhir di mana?

//3//

Sudahlah, kita istirahat sejenak
tak perlu berbicara panjang lebar.
Pintaku sebelum melanjutan dengan

Kau tahu mengapa?
Hidup adalah apa yang kau yakini
dan persoalan ke mana dan seperti apa
kenyataan nanti. Biarkan Tuhan
mengajarkan bahwa segala bentuk
kehidupan tak lebih dari sasana
dan telenovela nyata".

Sayang seandainya kau tahu
dan mengerti, pada dasarnya
kita ini hanyalah
kisah dan cerita-cerita tanpa nama.

Terkadang disibukkan dengan asmara
namun lupa siapa kekasihnya.

Kadang juga kita tak lebih bejat dari
perselisihan para penguasa
menyinggung sedikit,
ganjarannya penjara.

Aku terus berbicara sendiri
tanpa sadar ia tertidur pulas
mengumpulkan mimpi dan jawaban
masa depannya sendiri.

Seandainya hidup adalah apa
yang kita rencanakan, tentu tak ada
pertemuan dan perkenalan.

Kita akan sama-sama
asing untuk satu waktu atau mungkin
untuk sekedar mengingat nama sendiri
kita masih butuh bantuan seseorang.

Jadi cukupkan saja tentang pertanyaan
masa depan akan seperti apa;
jalan yang harus kita pilih berduri
atau harum bunga-bunga.
Untuk saat ini, cukup diyakini
masa depan itu adalah kita hari ini
sedangkan apa yang terjadi kemarin
dan luka-luka
disebabkan keegoisan tak lebih dari
khilafnya kewarasan.

Aku akan terus berdoa
kepada Tuhan, semoga
kita diperkenalkan kembali
dengan cara yang lebih manusiawi.
Mengulang cerita
yang tak mengenal nama dan
mengukur seberapa tabah
hatiku untuk mengikhlaskan
masa lalu dan masa depan.

Selamat istirahat sayang
jangan lupa, masa depan
adalah kita hari ini.

Yogyakarta, 20 September 2019
Ritus & Langgam

Manuskrip digital dan dokumentasi tulisan Achmad Fauzy Hawi

Posting Komentar

Berkomentarlah dengan bijak

Lebih baru Lebih lama