Hujan Membasuh Lukamu

Puisi Hujan Membasuh Lukamu

Masa depan yang selalu kau rencanakan
dan kau pertanyakan keberhasilannya
tak lebih dari pertarungan sepihak
yang tak mungkin bisa kau menangkan.

Pada suatu kejadian yang kelam
kau meninggalkan masa lalu
dengan harapan meraih kemenangan
tanpa pernah mempersiapkan
langkah dan jalan setapak
yang akan kau lalui.

Saat itu, guntur tengah mengujimu
menghardik dengan picik dan licik.
Hatimu yang getir menyambut dengan takut
(kau berlari kencang
mengejar bayang seseorang)
di tengah-tengah gemuruh
dadamu bergejolak dan mendidih
lalu kau berkata seakan-akan
kerasukan setan: Bangsat, ternyata
kau sebodoh ini. Mengkhayalkan
seseorang yang telah mati,
terkubur bersama janji
yang pernah diucapkannya.

Gerimis mulai turun
dari kelopak matamu.
Jarak pandang buram

Sekali lagi gemuruh
dadamu mengundang pasang
lantas kau menghujat yang ke sekian
tak karuan

Peduli setan dengan masa depan
ia hanya ilusi yang diciptakan pikiran
dan aku di sini masih terpukul; tertusuk
perih yang keringkan darah kehidupan".

Jalanan mulai basah dan
kakimu yang payah memaksa berhenti.
Kau diam sejenak
menerawang dan memperkirakan

Gerimis mengembun
dan hujan menggantung
di mataku. Sepertinya Tuhan
hendak menyembunyikan masa lalu,
masa depan dan beberapa kemungkinan
tentangmu.

Seakan tak peduli lagi dengan kehidupan
kau berkata lirih (sampai-sampai setan pun
takkan mampu mendengarnya):

Terima kasih
untuk cinta yang pernah kau berikan
dan untuk luka yang kau sebabkan
biarkan Tuhan menjelaskan
bahwa hidup memang tak perlu direncanakan;
Hanya perlu dilanjutkan dan diteruskan.

Yogyakarta, 20 September 2019
Ritus & Langgam

Manuskrip digital dan dokumentasi tulisan Achmad Fauzy Hawi

Posting Komentar

Berkomentarlah dengan bijak

Lebih baru Lebih lama