Semoga, Cintamu Baik-Baik Saja

Seri Ketujuhbelas Kehidupan dan Doa
Ritus & Langgam, Prosa --- Semoga, cintamu baik-baik saja seperti aku yang masih berjuang meski luka menganga; bertahan atas rapuhnya harapan dan lambatnya melupakan. Aku ingin kembali, pada semoga yang pernah diucapkanmu dalam doa-doa.

Cinta yang pernah kau tawarkan dulu masih membekas dalam ingatan. Ia mengenang luka di derasnya air mata. Aku masih tetap berusaha untuk tabah dan menerima meski faktanya tak lagi bersama. Aku yang selalu percaya bahwa cintamu adalah harapan yang akan mengantarkanku ke masa depan. Ternyata semuanya hanyalah bualan, kau tancapkan duri di palung jiwa terdalam dan aku sulit mencabutnya; tajamnya masih cukup terasa.

Seharusnya cintamu tangguh seperti dahulu kau perjuangkanku dengan segala rasa yang utuh: cinta, kesetiaan, dan keinginan menuju masa depan. Menghapus keraguanku untuk menerimamu, kau bangun cintamu di atas janji bersama. Namun setelah pertemuanmu dengannya, kau lupa ada aku di sisimu. Kau biarkan keterpurukan datang padaku, menghunuskan petaka pada jiwa. Hatiku kini penuh luka-luka sebab cintaku kau anggap persinggahan semata.

***

Bagaimana kabarmu hari ini, masihkah cintamu seutuh dahulu saat kau meninggalkanku dan berpaling padanya? Kuharap ia bukan menjadi orang ke sekian yang kau lukai. Aku di sini baik-baik saja meski terkadang ingatan kembali ke masa itu. Kenangan memang suka begitu, kembali mengetuk bahagia dan membawa sekalian lukanya; kadang ia tidak canggung apalagi segan untuk sekedar mengoyak-ngoyak ketabahan.

Aku sudah cukup hafal dan familiar dengan semua itu, sebab cintamu dulu tak segan-segan menghempaskan cita-citaku. Terlebih aku cukup lama bertahan dan berusaha bangkit dari keterpurukan yang kau sebabkan. Memang benar, ingatan tentangmu menyerang kewarasan dan menenggelamkan keteguhan.

Semua hal itu sudah aku lalui dengan cukup sempurna, sesempurna cintaku dulu yang kau biarkan layu dan memilih bunga lainnya. Namun setelah sarinya tidak ada, kau tinggalkan tanpa pernah memikirkan hidup dan tidaknya. Kau memang pandai tentang perkara menumbuhkan luka-luka, menggersangkan jiwa; mendatangkan kemarau panjang yang keringkan bahagia.

Saat ini aku telah sampai pada dasawarsa dewasa, memetik hikmah atas luka-luka yang kau biarkan menganga. Memang benar sisa-sisanya membekas, namun bukan berarti aku tidak bisa merelakan. Kepergianmu adalah keuntungan dan kerugian, munculkan ketabahan juga keinginan untuk tidak lagi terluka.

Kulonprogo, 30 Juli 2019

Achmad Fauzy Hawi

Sering mendengarkan daripada bercerita, lebih banyak minum kopi hitam daripada menulis. Bisa dijumpai juga di sosial media dengan akun Achmad Fauzy Hawi

Posting Komentar

Berkomentarlah dengan bijak

Lebih baru Lebih lama