Cintamu Mungkin Saja Tangguh, Tapi Tidak Denganmu

Seri Keenam Belas Kehidupan dan Doa
Ritus & Langgam, Prosa --- "Cintamu mungkin saja tangguh, tapi dirimu termasuk orang yang rapuh. Buktinya kau telah dikalahkan oleh rayuan-rayuan yang membuatmu luluh dan bersimpuh."

Bagimu masa lalu seperti prahara menghempaskan bahagia penuh tawa. Pada langit-langit kenanganmu yang terdahulu, kau menitipkan isak tangis melalui semesta. Meneteskan air mata, ditinggalkan suka cita dan luka yang menganga seakan-akan membawamu pada hidup yang tak lagi biasa. Cinta yang kau anggap rumah, ternyata tidak lebih dari gubuk derita dipenuhi durja.

Engkau telah ditipu janji pemanis belaka. Hatimu, hancur seketika sebelum akhirnya berkata:

“Aku baik-baik saja meski terlalu takut untuk percaya dan mengulang kisah seperti sebelumnya. Jadi biarkan saja, untuk sementara aku sendiri tanpa perlu mempertanyakan kapan cinta datang membawa kelayakan dan kesetiaan. Nanti di waktu tak terduga, Tuhan pasti mempersembahkan seseorang yang pantas bagiku”.

Ketika semuanya menjadi jelas, bahwa luka pasti membekas. Lantas kau mengasumsikan, setiap cinta sama saja. Ucapanmu yang seakan tegar adalah bukti, kau tidak baik-baik saja. Hatimu bergemuruh dan rasamu kembali diterpa kemarau, keringkan dada. Namun kau seperti berpura-pura, segala luka adalah proses menuju dewasa. Nyatanya dalam kesendirian, kau selalu menggerutu dan bersumpah serapah. Menyalahkan keadaan ketika pertemuan disambut cinta. Bukannya dulu kau sempat berkata:

“Aku tidak akan menerima cintanya sebelum bukti terurai sempurna, karena aku bukanlah tipikal orang yang mudah percaya dan menerimanya begitu saja. Lagian, cintanya bukanlah satu-satunya bahagia. Aku masih mampu mencari keceriaan di luar hidupnya. Bersamanya, bukanlah prioritas utama. Kau tahu mengapa? Sebab ucapannya seperti tidak bermakna dan hanya terisi omong kosong belaka”.

Setelah berlalu beberapa pekan dan perjuangannya terlihat sempurna di matamu. Kau dengan mudahnya melupakan apa yang pernah kau utarakan. Parahnya kau membuat dalih: “Ternyata aku salah menilainya, cinta dan perjuangannya benar-benar sebuah keseriusan”.

Lalu mengapa kau kembali mempersalahkan ketika duri ia tancapkan, seharusnya kau sudah siap dengan segala konsekuensinya. Bukankah itu pilihanmu dan ini keputusanmu dulu? Lantas mengapa kau merasa dikecewakannya?

***

"Cinta yang datang padamu dengan segala janji manis, sudah bisa dipastikan membawa kepahitan luar biasa meski tidak sepenuhnya."

Setidaknya cinta menjadikanmu dewasa meski air mata mengalir dan mengairi. Apa yang kau anggap menyakiti adalah sebuah proses, menguatkanmu untuk tidak lagi menghakimi. Bukankah darinya kau belajar, disakiti merupakan sesuatu yang menyakitkan dan menyakiti seperti sesuatu yang menyedihkan.

Terpenting dari semua yang pernah kau lalui adalah mampu dipahami dan dimengerti, dijadikannya pelajaran sehingga kejadian serupa tak terulang lagi. Untuk lainnya, berdoalah. Semoga kau bukan bagian dari mereka yang menyakiti, menancapkan sisa-sisa rasa pada sanubari dan melukai penuh emosi.

Kenangan terdahulu, tidak perlu dilupakan sebab ia adalah bagian dari perjalanan hidupmu. Menjadi kisah yang sewaktu-waktu memberimu pengertian, cinta dan segala kenang sebenarnya satu. Mengajarkan banyak hal meski kemudian sakit kau dapatkan. Namun jauh sebelum luka menyerang tabahmu, cinta membersamaimu penuh bahagia.

Saat ini, (mungkin) kau hanya kurang beruntung atau memang Tuhan tengah menguji keyakinan dan hendak memberikan penjelasan bahwa cinta tak selalu seperti yang dibayangkan. Cobalah lebih bersyukur dan menerima, setidaknya bahagia pernah kau rasakan meski bukan untuk dimiliki seutuhnya.

Yakinlah, tidak ada yang sia-sia. Tuhan selalu tahu keinginan alam semesta dan isinya, termasuk keinginanmu untuk bahagia. Jadi tidak perlulah khawatir dan merasa lukamu takkan sembuh.

Kulonprogo, 28 Juli 2019

Achmad Fauzy Hawi

Sering mendengarkan daripada bercerita, lebih banyak minum kopi hitam daripada menulis. Bisa dijumpai juga di sosial media dengan akun Achmad Fauzy Hawi

Posting Komentar

Berkomentarlah dengan bijak

Lebih baru Lebih lama