Kepercayaan yang Lebih Dewasa

Seri Kelimabelas Kehidupan dan Doa
Ritus & Langgam, Prosa --- Kepercayaan yang kupupuk, mengajarkan bahwa hidup tidak melulu baik dan benar. Kekeliruan bisa datang dari mana pun, termasuk cara pandang orang tentangku. Baik dan tidaknya menurut mereka tidak terlalu jadi soal, karena perkara yang dikerjakan tolok ukurnya bukan pada penilaian mereka.

Setiap orang punya pemikirannya sendiri, punya hak dan kewajibannya sendiri. Mereka berhak menilaiku dengan sudut pandang dan pemahamannya. Begitu pun dengan pekerjaan yang mereka anggap wajib, tidak perlu kusalahkan sekalipun itu tentang apa-apa yang melekat pada diriku. Karena bagi mereka, semua itu adalah kebenaran dan bagian dariku adalah kesalahan dan kekurangan.

Selama mereka tidak mengusik ketenangan batin dan keyakinanku: Imanku. Biarkan saja, karena mungkin itu yang membuat mereka nyaman dan damai. Jadi tidak perlulah memikirkan berbagai hal yang menghambat perkembangan dan pemahaman.

Urusan mereka bukanlah denganku melainkan dengan Tuhan, keasyikan mereka dalam menghitung kebaikan dan keburukan tidak lebih kesenangan dan ketenteraman. Setidaknya itulah yang diyakini mereka. Persilahkan saja mereka berkata apa, sebab hidup bukan mengurusi urusan orang melainkan bagaimana menjadi baik bagi sendiri dan bermanfaat bagi yang lain. Itu saja.

Jalani saja kehidupan ini dengan seksama, baik dan benar sesuai yang sudah disuratkan. Tidak perlu mencontoh yang buruk dan tidak perlu mencibir kekurangan seseorang. Setidaknya itu yang aku percaya dan perlu kulakukan. Jika mau berkata keburukan dan kesalahanku, silakan. Aku tidak perlu membenarkan dan apalagi menyalahkan. Lagian itu sudah menjadi suratan dan penentuan.

Setidaknya pikiran dan hatiku tenang, kedamaian bukan datang dari perkataan orang melainkan dari wujud yang tinggal dengan bentuk perasaan. Tentang bagaimana mengendalikan ego dan hasrat untuk meremukkan ketabahan, berserah diri adalah sebuah cara paling efektif sebab Tuhan selalu mengajarkan dari sejarah-sejarah yang ditinggalkan alam untuk kehidupan.

Persoalan dan pergunjingan tidak pernah lepas dari ikatan hidup seseorang, oleh karena itu aku tidak akan mengambil pusing penilaian dan pendapat orang. Bukankah sudah sewajarnya mereka menyimpulkan apa-apa yang tidak sepenuhnya dipahami. Mungkin mereka hanya butuh belajar bahwa hidup tentang bakti dan darma untuk tidak merugikan yang lain?

Lalu bagaimana dengan kalian? Sudahkah memaafkan diri sendiri dan mereka yang menghakimi hidupmu?

Kulonprogo, 26 Juli 2019

Achmad Fauzy Hawi

Sering mendengarkan daripada bercerita, lebih banyak minum kopi hitam daripada menulis. Bisa dijumpai juga di sosial media dengan akun Achmad Fauzy Hawi

Posting Komentar

Berkomentarlah dengan bijak

Lebih baru Lebih lama