Pelukan Ibu, Rumah Paling Nyaman dan Aman

Seri Kedelapan Kehidupan dan Doa
Ritus & Langgam, Prosa --- Pandangan mata tidaklah bisa dijadikan acuan untuk menilai sesuatu itu baik dan buruk. Baik dan buruknya didasarkan atas praduga. Yang namanya ciptaan memanglah tidak sempurna namun hal paling sederhana adalah pola pikir dan terkadang sifat apatis bisa mengambil alih semuanya sehingga kita menyimpulkan bahwa itu baik menurut pandangan yang sebenarnya salah total.

Segala sesuatu lahir karena prasangka-prasangka yang diciptakan oleh diri sendiri. Penilaian terhadap segala aspek yang ada dalam kehidupan adalah ketidaksadaran akan sesuatu dan ketidaksadaran itu bisa jadi merupakan ketidakmampuan kita dalam menilai secara benar juga secara menyeluruh pada diri sendiri. Oleh karenanya nilailah sesuatu itu dari segala aspek, tidak hanya dari satu sudut pandang.

Segala hal yang ada itu hanyalah kemungkinan-kemungkinan, seperti halnya harapan adalah mitos yang diturunkan logika kepada alam bawah sadar kita. Kita merencanakan sesuatu namun ketika jauh dari ekspektasi awal, kita menyudutkan Tuhan seakan-akan kitalah yang paling benar rencananya.

Jika rasa yang ternaung dalam hatimu belum setabah bulan ketika diterpa awan, maka belajarlah pada khusyuknya cinta dan kasih sayang ayahmu yang diam-diam mengamini segala bentuk ikhtiarmu. Pun jika nantinya kau merasa tak menemukan jalan pulang, maka biarlah doa dari seorang ibu menuntunmu yang akhirnya kau kan temukan kembali rumah paling nyaman dan paling aman di bumi ini: Pelukan ibumu.

Kadang sebagai seorang anak kita lupa, doa-doa yang melangit melancarkan semua usaha. Kadang kita juga lupa menyisihkan waktu dengan mereka dan bermain-main tanpa pernah mengingat usia. Jika umur cukup panjang untuknya, maka bersegeralah karena tidak ada waktu yang berputar sama meski kesempatan selalu ada. Pada akhirnya kita akan mengerti dan terlambat memahami, memang begitulah dunia bekerja.

Siapa yang pantas diperjuangkan? Dia yang membawamu pada cinta yang tabah. Siapa yang berhak dipertahankan? Dia yang mengajarkanmu bahwa cinta bukan hanya tentang mencintai atau dicintai, melainkan antara saling berbagi dan melengkapi. Dan siapa yang harus dipilih? Adalah dia yang terpilih, jauh sebelum cinta membawamu pada dirinya. Dia yang mengajarkanmu bagaimana cinta datang dan bagaimana semestinya cinta diperjuangkan; bertahan atau menyerah.

"Anakku, yang semakin tumbuh dan semakin bertambah dewasanya. Pulanglah meski rindu tak pernah mengetuk hatimu. Aku, kampung halamanmu masih menjadi tempat kau berpulang dan merebahkan diri dari lelahnya perjuangan melawan dunia."

Cinta membuat kita tangguh, yang rapuh itu hati dan yang picik itu pikiran kita. Cinta membuat kita menyadari, bahwa sesungguhnya memiliki bukan berarti memeluknya melainkan bertahan dengan segala rasa yang tumbuh dalam dada. Cinta membuat kita memahami, bahwa perih pedihnya kenang merupakan salah satu cara bagaimana berjuang.

Logika kita memberikan kesempatan menimbang, namun soal keputusan adalah pasal-pasal yang dibuat cinta itu sendiri. Selalu ada segudang rasa yang tak pernah diduga-duga namun pasti adanya, dari keluargamu; ayah dan ibumu. Ada cinta yang takkan pernah membuatmu patah dan ada pula rindu yang kian membuatmu tabah. Sebuah rasa yang terpatri, penuh sirat makna.

Aku, akan kembali pada pelukmu. Menjadi seorang anak yang tumbuh bersama harapan-harapan ibunya. Tanah yang kutapaki dan lautan yang membawaku menjemput sebuah mimpi selalu menungguku pulang, membawa keberuntungan dari kesempatan-kesempatan yang diciptakan.

Sesuatu yang masih bersifat ambigu, praduga, dan asumsi bukanlah tolok ukur penilaian. Lihatlah merata, biar semuanya terhubung. “Speak with the mind and heart before deciding something” biar tidak salah kaprah. Jangan jadikan kebiasaan buruk dalam menilai sesuatu dari satu aspek menjadi acuan, setidaknya kita paham betul bahwa segala aspek kehidupan ikut terlibat dan menjadi andil sehingga kalkulasi yang diterapkan sesuai dengan ekspektasi.

"Lakukan semua hal berdasarkan rasa cinta dan cintailah semua hal yang kau kerjakan. Doa tidak pernah mengkhianati usaha dan upaya."

Perasaan akan sesuatu itu bukanlah hal yang mutlak untuk diikuti tapi yang paling pasti adalah “do what you love, love what you do”. Seperti sebuah rasa yang jatuh ke hatimu, biarkan ia membawamu kepada hal yang memang semestinya; menjadi penuntun segala keputusan atas dasar-dasar yang dianjurkan Tuhan. Perasan yang kerap kali datang hanyalah ujian, ia tidak serta-merta bisa disimpulkan sebagai suatu kebenaran karena bisa jadi itu sebatas dogma yang akan mengoyak keteguhan dan keyakinan.

Yogyakarta, Januari 2019

Achmad Fauzy Hawi

Sering mendengarkan daripada bercerita, lebih banyak minum kopi hitam daripada menulis. Bisa dijumpai juga di sosial media dengan akun Achmad Fauzy Hawi

Posting Komentar

Berkomentarlah dengan bijak

Lebih baru Lebih lama