Orientasi, Ekspektasi dan Harapan

Seri Ketigapuluh Kehidupan dan Doa
Ritus & Langgam, Prosa --- Kau tahu, mencintai kadang butuh suasana bercanda dan tawa-tawa receh. Ketika cinta menyambutmu namun hatinya tak ikut, maka hal yang perlu kau lakukan adalah dengan berpura-pura. Meski tidak dianggap sebagai sebuah fakta, setidaknya kau bisa menyampaikannya secara tersirat. Mungkin saja dengan begitu, bisa ditemukan rasa antara membenci dan mencintai atau merelakan dan mengikhlaskan tentang bagaimana kehidupan seharusnya dipertanyakan.

Perihal cinta, bukankah sudah menjadi sifatnya tidak selalu bersambut bersama. Ada yang mencintai tapi tidak dicintai, ada yang menyimpan rasa di hati; khusus berdoa semoga cinta terbalas dan diamini oleh semesta. Segala rasa yang dipendam sendiri dan orientasi berharap terkadang membuatmu mati, enggan beranjak dari rasa takut memberitahu. Namun dari seluruhnya, rasa selalu jatuh pada hati mereka yang siap dengan segala konsekuensinya; siap dalam merelakan dan memberi. Ikhlas dan tabah ketika cinta tak seperti yang dicari.

Mencintai adalah perkara memberi dan menerima, merelakan dan mengikhlaskan, bahkan harus siap dengan segala konsekuensinya. Tidak jarang dari kita menemukan orang-orang yang memendam dan menyimpan cinta rapat-rapat, segala rasa sukanya dibiarkan terasing dalam diri; dalam diam mendoakan, getar hati membuat peka. Mencintai yang seperti ini sering kali disebut dengan “mencintai dalam diam” bahkan dengan berani bersikap baik-baik saja.

Kita semua pasti pernah merasakannya, terkagum-kagum dan menyimpan suka lalu tumbuh bibit cinta. Mengakar kuat di hati, akhirnya tanpa keberanian hanya memupuk rasa. Di setiap ibadahnya, doa-doa melangit. Terbang mengangkasa, berharap Tuhan menyegerakan pintunya terbuka.

Menurutku orang-orang yang enggan atau merasa khawatir tentang cintanya hanya tidak percaya bahwa cinta datang tanpa sia-sia. Yang dipercayainya sebatas luka dan gagal meraih mimpinya, tanpa sekalipun melihat bahagia sebenarnya tengah menjadi miliknya.

Jika boleh berkata … Cintamu mungkin saja rapuh tapi hatimu cukup tangguh untuk melanjutkan dan menyampaikan segala rasa yang kau rengkuh. Apabila kekhawatiran terus menghantuimu, setidaknya ungkapkan rasamu dengan nada dan kalimat bercanda. Bukankah dengan begitu kau memiliki kesempatan untuk lebih dekat dengannya dan ada kebahagiaan tersendiri, mengobati segala resah hatimu?

Mengungkapkan perasaan tidak harus seserius melamar pekerjaan, kecuali kau ingin segera menghalalkannya maka langsung saja temui keluarganya. Dengan begitu, ikrar bisa diikat dalam jalinan doa-doa dan kepercayaan. Lalu bagaimana jika cinta menyentuh hati seorang perempuan? Ada satu hal yang harus diperbaiki, yaitu orientasi dan ekspektasi harapan. Orientasikan harapan itu kepada Tuhan, bukan kepada manusianya karena Tuhan lebih tahu isi hati hamba-Nya. Sedangkan untuk ekspektasi, jangan terlalu tinggi dan lebih. Sebab cinta tidak pernah mematok berapa dan seperti apa.

Pada intinya, cintailah sepenuh hati. Urusan bersama itu adalah suratan yang Tuhan simpan di Lauhul Mahfuz. Jika Tuhan berkenan, bersanding adalah perkara mudah dan apabila sebaliknya, maka percayalah akan datang satu masa untukmu berbahagia dengan pilihan lainnya. Untuk saat ini, pupuk dan teruslah berdoa. Semoga cinta mendamaikan hati.

Wates, 17 Agustus 2019

Achmad Fauzy Hawi

Sering mendengarkan daripada bercerita, lebih banyak minum kopi hitam daripada menulis. Bisa dijumpai juga di sosial media dengan akun Achmad Fauzy Hawi

Posting Komentar

Berkomentarlah dengan bijak

Lebih baru Lebih lama