"Aku ingin dipeluk jiwamu penuh dan utuh, hingga nanti waktu kembali pada semoga yang melibatkan banyak doa-doa untuk mewujudkan kata bersama."
Mungkin nanti kau temukan dalam setiap perjalanan, kekeliruan dan kesalahpahaman; itu sudah pasti dan menjadi keyakinan bahwa hidup adalah persoalan-persoalan yang harus diselesaikan. Namun hal mendasar dan paling dasar adalah kamu menjadi bagian utuh dari hidupku dan aku adalah salah satu sempurnanya jiwamu. Ketika kau peluk aku dengan jiwamu.
Sampai di suatu masa yang tak pernah disebutkan dalam sejarah yang sudah dan belum terungkap. Semoga Puan, tetap menjadi utuhnya harapan. Menuju batas waktu bersamamu. Menuju senja usia hidupku, semoga engkau pun demikian.
Jadilah pelita yang tak pernah redup diterpa angin. Jadilah bintang yang mewarnai langitku. Jadilah hujan, yang nantinya berembun dan menyejukkan. Dan jadilah selalu seseorang yang berusaha untuk menjadi lebih baik lagi. Biarkan semuanya berdampak positif, mengantarkan kita pada satu ikatan yang direlakan.
Segala hal yang masih menjejak, biarkan ia abadi meski sering kali melukai. Karena pada satu waktu yang tak pernah disebutkan dalam sejarah, ia akan kembali memberi pelajaran dan menjadi bentuk silsilah. Seperti aku yang masih terlalu betah di masa lalu dan merasa enggan menuju masa depan, bila tanpamu.
"Kita seperti kunang-kunang yang menghilang di tengah-tengah ilalang sebelum akhirnya petang merenggut terang."
Aku lebih memilih untuk menjalani yang saat ini. Mempersiapkan segalanya, menghadapi segala kemungkinan dan kenyataan. Pada akhirnya aku, kau, dia, dan mereka sama-sama sampai di sebuah titik di mana akan kembali setelah berpetualang dengan ego dan keinginan hati. Takdir dan mimpi. Keberadaan, kesendirian, ditinggalkan, dan ditemani adalah rangkaian cerita yang setiap orang miliki.