Mengetahui Inti, Ujian, dan Keterbatasan

Inti dari Kehidupan dan Perjuangannya
Ritus & Langgam, Esai & Opini --- Kesuksesan membuat orang-orang lupa bahwa apa yang didapat, sewaktu-waktu bisa hilang dan hangus. Maka berbeda dengan orang yang memiliki ilmu dan pengetahuan, ia akan bijaksana dalam menafsirkan hidup dan segala hal dalam dirinya karena ia paham betul yang hidup bukanlah dirinya melainkan Nur dalam jiwanya.

Bijaksananya (kebijaksanaan) seseorang tidak dilihat dari apa yang dia ucapkan, melainkan dari apa yang ia kerjakan. Tentu kita bisa menilai dan berkata sesuai dengan yang diharapkan orang lain, tapi tetap saja akan ada kekurangan yang tidak bisa dilepaskan.

Belajar dari Ippho Santosa

"Kata-kata bisa dimanipulasi agar tampak lebih indah dan terdengar lebih bijaksana."

Perkataan tidaklah menentukan apakah orang tersebut dewasa dan bijaksana, yang membuktikan seseorang memiliki kebijaksanaan adalah tanggung jawabnya terhadap pekerjaan — hal yang telah Tuhan sematkan dalam dirinya. Perilaku yang kita miliki membuktikan, apakah kita bertanggung jawab atau tidak. Perilaku yang kita perlihatkan dan keseriusan akan sesuatu itulah yang dilihat oleh orang lain.

Salah seorang motivator bisnis pernah berkata dalam bukunya: Skill, Knowledge, dan Attitude adalah sesuatu yang menjadikan orang sukses. Tapi dari ketiga hal tersebut, manakah yang paling berpengaruh? Mari kita ulas sejenak menurut pemaparan penulis tersebut.

“Apa yang memiliki nilai sempurna dari ketiga faktor ini, Skill, Knowledge, dan Attitude?”

Pertanyaan di atas disampaikan oleh Ippho Santosa salah satu motivator bisnis dan penulis buku best seller. Dia juga memberikan jawaban tentang pertanyaannya. Adapun jawabannya adalah: “Attitude merupakan salah satu faktor yang memiliki nilai sempurna dari ketiga faktor tersebut”.

Attitude atau dalam bahasa Indonesia diartikan sebagai tingkah laku dan sopan santun merupakan sesuatu yang amat sangat penting, bahkan dalam setiap agama sangat ditekankan. Sedangkan Skill yang kita miliki tidaklah menjamin kita akan sukses, begitu juga dengan Knowledge.

Keterampilan maupun pengetahuan bukan suatu jaminan apabila perilaku dan sopan santun tidak ada. Orang-orang cenderung melihat bagaimana perilaku kita, stigma yang bisa dijadikan contoh tentang sopan santun dari banyak daerah adalah: “Orang yang memiliki sopan santun dianggap sebagai orang yang cerdas dan memiliki pengetahuan lebih. Keterampilan menjadi nomor sekian, begitu juga dengan pengetahuan”.

Sebenarnya apa yang disampaikan oleh Ippho Santosa itu adalah kebenaran, tapi ada satu faktor yang belum disebutkan di sini, yaitu ilmu. Karena pengetahuan tanpa ilmu hanyalah “tong kosong” (bunyinya keras namun tanpa manfaat). Maka akan berbeda ketika ilmu dan pengetahuan disandingkan, yang lahir adalah kelembutan.

Mengetahui Inti, Ujian dan Keterbatasan

Inti dari sebuah kehidupan yang benar-benar adalah dengan mempelajari setiap hal, keadaan dan kenyataan. Untuk mengetahui inti tersebut, kita bisa memahami bentuk ujian sebagai apa dan keterbatas manusia dipahami sebagai kelemaham diri.

Imam Raghib Al-Ashfahani berkata dalam kitabnya Al-Mufradat Fi Gharibil Qur’an: “Ilmu adalah mengetahui sesuatu sesuai dengan hakikatnya. Ia terbagi menjadi dua: 1) mengetahui inti sesuatu itu , dan 2) menghukum adanya sesuatu pada sesuatu yang ada atau menafikan sesuatu yang tidak ada“. Sedangkan Imam Muhammad bin Abdur Rauf Al-Munawi berkata: “Ilmu adalah keyakinan yang kuat, yang tetap dan sesuai dengan realita atau ilmu adalah tercapainya bentuk sesuatu dalam akal”.

Dari pernyataan kedua Imam di atas, bisa kita simpulkan bahwa pengetahuan tidak akan terasa lengkap jika tidak dasari ilmu. Seperti yang telah disampaikan, ilmu adalah sesuatu yang berangkat dari dasar-dasar segala pengetahuan dan bisa menafsirkan sesuatu dengan akal.

Jika Ippho Santosa menjadikan Attitude sebagai faktor utama, maka saya memilih dua faktor lainnya, yaitu ilmu dan sopan santun. Dua hal ini menjadi sangat penting karena dengan ilmu kita bisa berperilaku baik sesuai dengan aturan-aturan yang dianjurkan oleh agama khususnya Tuhan Yang Maha Esa.

Mengetahui Inti dari Bentuk Ujian

Manusia dalam kehidupan biasanya cenderung mengembangkan apa yang menjadi bakatnya. Tapi tanpa dasar, semuanya akan sia-sia. Oleh karena itu, ilmu menjadi salah satu faktor paling penting dalam kehidupan. Salah satu seniorku pernah berkata, “yang menentukan seseorang bijaksana tidaknya itu adalah seberapa banyak buku yang dibaca”. Saya sendiri tidak tahu kata-kata tersebut ia dapatkan dari mana, tapi apa yang disampaikannya memiliki kebenaran meski tidak sepenuhnya kebijaksanaan didapatkan dari membaca, namun dari pelajaran hidup lainnya.

Pelajaran dalam hidup tidak sebatas cobaan melainkan segala hal yang ada di sekitar. Tapi hal yang paling dominan adalah cobaan yang diberikan Tuhan itu sendiri. Cobaan merupakan salah satu tujuan Tuhan untuk melihat seberapa besar cinta dan kasih sayang yang kita miliki, bakti dan kesungguhan kita.

"Tuhan jauh lebih tahu apa yang pantas dan tidaknya untuk kita jalani, segala hal yang ada di dunia ini adalah kekuasaan-Nya dan sudah sepantasnya hidup melalui ujian-ujian (cobaan)."

Pernahkah dari kita menggerutu dan berkata bahwa Tuhan tidaklah adil karena memberikan cobaan yang kita sendiri meyakini berat dan tidak sanggup melewati? Saya rasa kita semua pernah berbuat demikian. Sifat manusia yang terkadang memiliki kekhilafan adalah bukti bahwa kita harus menimbang segala sesuatunya sehingga ilmu bisa menyerap dan menjadi pengetahuan. Ilmu dan pengetahuan adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan; dasar dan pengembangannya.

Keterbatasan Milik Manusia

Keterbatasan tidak pernah dimiliki Tuhan, keterbatasan hanyalah untuk kita para makhluk-Nya. Kita memiliki sebuah tugas untuk senantiasa mengingat-Nya dan membuktikan bahwa Tuhan menciptakan bukan atas dasar kesia-siaan. Seperti yang diketahui bersama bahwa Tuhan menciptakan kita adalah untuk beribadah dan menjalankan segala tugas yang diberikan, tapi jangan jadikan tugas tersebut sebagai beban.

Jika kita menjadikannya beban, maka segala pekerjaan akan dikerjakan dengan dasar keterpaksaan. Setiap makhluk di muka bumi ini memiliki tugas yang sama, yaitu beribadah kepada-Nya. Yang membedakan Tuhan dengan ciptaan-Nya adalah apa yang tidak bisa kita lakukan. Sedangkan Tuhan mampu melakukan apa saja.

Coba kita lihat langit yang tidak memiliki tiang dan bumi yang dengan lapang kita singgahi. Lautan yang terhampar luas dan gunung yang menjulang tinggi, semua itu bukanlah suatu kebetulan. Kita tidaklah mampu untuk menciptakannya.

Contoh lainnya adalah pergantian siang dan malam hari yang kita yakini sebagai peristiwa alami, namun jauh dalam ilmu pengetahuan sebenarnya itu adalah kuasa Tuhan. Memang banyak teori yang menjelaskan bahwa itu adalah bagian dari sains, namun jangan dilupakan sesungguhnya sains turun dan ada atas kehendak siapa?.

Hal lainnya yang menjadi contoh adalah nafas yang kita sendiri tidak tahu apa jadinya jika terhenti dan tubuh yang dengan mudahnya digerakkan sesuka hati. Semua yang mampu kita lakukan adalah memperbaiki sikap, belajar, dan menjadi lebih baik lagi tentunya dengan ilmu dan pengetahuan yang telah dimiliki. Akal yang telah menjadi anugerah merupakan suatu landasan untuk memutuskan segala yang baik dan buruk. Sedangkan hati adalah penyokong dikala akal ataupun ego tidak mampu memberikan penjelasan dengan baik.

Hati merupakan sesuatu yang mampu menangkap segala rasa dan gundah gulana, sedangkan akal merupakan parameter yang mengukur pola pikir untuk menilai sesuatu dan menciptakan alur. Tapi jika kita telah mengetahui dasar-dasar dari ilmu pengetahuan, maka kita akan memberikan satu kesimpulan; hati dan akal seharusnya sejalan bersama, karena saat keduanya berpadu maka akan tercipta yang namanya kebaikan sikap atau sopan santun.

Oleh karena itu, carilah ilmu ke mana pun sehingga nantinya pengetahuan berjalan dengan baik. Akal dan hati bisa berjalan sejalan sebelum akhirnya sampai pada satu titik di mana sukses dalam genggaman — sukses di sini bukan dalam artian materiil melainkan sukses mengenal yang Hidup.

Yogyakarta, 18 Agustus 2018

Achmad Fauzy Hawi

Sering mendengarkan daripada bercerita, lebih banyak minum kopi hitam daripada menulis. Bisa dijumpai juga di sosial media dengan akun Achmad Fauzy Hawi

Posting Komentar

Berkomentarlah dengan bijak

Lebih baru Lebih lama