Cerita di Balik Puisi Bentang Bumi, Indonesiaku Berduka

Bentang Bumi, Indonesiaku Berduka
Ritus & Langgam, Buletin --- Kutemukan laman berandaku dipenuhi wajahmu dengan macam bentuk kata-kata dan ucapan selamat kembali keharibaan-Nya. Kepulanganmu adalah sebuah bukti, bahwa tak ada yang abadi di dunia ini; baik yang benar jalannya maupun yang baik perilakunya; yang bijak dalam hidupnya maupun yang penuh serapah pilihannya. Semoga dengan kepergianmu, kami bisa belajar untuk mengenangmu, segala hal yang kau tinggalkan.

Aku tak cukup banyak mengenal karyamu dan tak cukup fasih melafalkan kisahmu. Namun aku cukup mampu dalam urusan mengingatmu sebagai seseorang yang tangguh dan penuh mimpi-mimpi haru. Kau mengajarkan banyak hal tentang sebuah perasaan dan tentang bagaimana berjuang meski kadang tersungkur kau terima tanpa belas kasihan. Namun aku cukup yakin hal itu tak pernah membuatmu bimbang apalagi harus bersumpah serapah pada kehidupan. Bagimu, hidup selalu bermakna “memberi dan menjalankan” meski kadang rajam menusuk perlahan, ke dasar jiwa dan merongrong perlahan keceriaan.

Jauh sebelum kepulanganmu tiba, kau telah banyak memberi dan menyelamatkan. Cintamu yang subur seperti hidup Ibu Pertiwi akan selalu dikenang; tak terlupakan dan tak tergantikan. Selamat jalan saya ucapkan. Semoga Tuhan memberikan tempat paling nyaman dan aman untukmu kembali mengulang, kisah-kisah di masa lampau yang mungkin bisa kau ceritakan kepada mereka yang tinggal di sana. Menemanimu merapalkan doa untuk kebaikan orang-orang yang kau tinggalkan.

Selamat jalan Eyang Habibie, tenanglah di sana. Semoga Tuhan membelaimu penuh sayang. Tak perlu kau pusingkan perihal buruk dan baiknya negeri ini. Istirahatkanlah segala resah yang berkecamuk dan biarkan penerusmu melanjutkan perjuangan yang kau mulai. Untuk urusan yang belum sempat kau tuntaskan, semoga Tuhan menjadikan ia cita-cita yang mampu diwariskan.

PUISI BENTANG BUMI, INDONESIAKU BERDUKA

Ada yang sedang berduka
Tanah airku yang penuh lara dan duka
menangis sejadi-jadi ketika satu di antara
yang mencintainya berpulang, abadi kepada-Nya.

Jauh sebelum tumbuh bunga
wanginya harum tanah pertiwi di pundak sang saka.
Hidupnya yang berjalan mengikuti poros bumi, berkata:
Kehidupan laksana bejana kosong yang harus kau isi
dengan cinta dan kasih sayang. Perihal siapa
yang membenci dan menyimpan iri padamu, biarkan saja
karena hidup bukan memikirkan mereka
melainkan mengingat iman dan takwa.

Cucuku … Hidup kadang suka membuat kita melarat
tapi kalau boleh memberikan sebuah saran dan pengertian
“Buanglah jauh-jauh sifatmu yang memikirkan banyak hal
dengan sudut pandang setan-setan, bukankah dalam dirimu
selalu ada Tuhan. Menenangkan ego dan perasaan
yang kadang berkecamuk tak karuan?”

Di kehidupan selanjutnya yang mempertemukan kita, ceritakanlah padaku
sebuah kisah tentang negeri seberang
yang pernah kutinggali namun tak menetap di hati.
Aku ingin mendengar sebuah kabar baik
cita-citaku yang tertinggal selesai
dan urusan pertiwi yang menangis diselingkuhi
mungkin bisa kau carikan sebuah alasan
“Kadang hidup tak lebih jahanam
daripada manusia itu sendiri. Namun lepas
dari itu semua, kembali ingatkan aku
bahwa ada cintaku yang bersemayam dalam,
penuh kepercayaan pada negeri merah putih tersayang”.

Semoga selalu damai untuk semua yang tinggal
Di sini aku seringkali berdongeng dengan bidadariku
tentang sebuah masa kecil dan taman bermain
anak-anak dan cucuku.
: Bentang bumi, Indonesiaku

Terima kasih untuk segala pengabdian untuk negerimu dan kami anak cucumu. Semoga kau terus hidup dalam kandung badan dan miliaran ingatan. Sekali lagi selamat jalan, semoga kau tenang. Memeluk damai dan kebahagiaan, di sisi Tuhan Maha Penyayang.

Tulisan ini dibuat (Yogyakarta, 11 September 2019) untuk mengenangmu, Bacharuddin Jusuf Habibie; seluruh karya dan perjuangan Presiden ke-3 Republik Indonesia. Semoga tulisan ini bisa sampai pada generasi negeri ini, cucu-cucumu. Mengenangmu dalam keabadian dan hidup penuh kedamaian, di sisi Tuhan.
Achmad Fauzy Hawi

Sering mendengarkan daripada bercerita, lebih banyak minum kopi hitam daripada menulis. Bisa dijumpai juga di sosial media dengan akun Achmad Fauzy Hawi

Posting Komentar

Berkomentarlah dengan bijak

Lebih baru Lebih lama