Aku Ingin Merdeka, Melepas Bejat dan Laknat

Puisi Aku Ingin Merdeka
Ritus & Langgam, Buletin --- Aku ingin merdeka bisa membantuku lepas dari curamnya jalan pulang, merehatkan perjuangan meski sebentar. Aku ingin merdeka tetap baik-baik saja, tanpa pertengkaran dan busuknya muslihat permainan. Aku ingin merdeka, melepas bejat dan laknat yang mengurung kebaikan dan tanggung jawab.

Tetes keringat mendidih tak tertahan, mengelupas ketabahan dari kulitnya. Merdeka, semoga tidak sekadar lepas dari peperangan, invasi dan penjajahan. Namun juga lepas dari kezaliman dan kecurangan-kecurangan yang mengeruk hati orang-orang di bawahnya.

Ada salam dari anakmu yang mengejar cita-cita luhur perjuangan. Ikrar dan janji suci pahlawan dahulu, dikenang dan ditanam dalam diri. Tanah air tercinta, Indonesia pusaka milik bersama.

Apa kabar Indonesia, negeri kaya nan subur? Masihkah keragaman menjadi bukti persatuan atau rasa memiliki dan bakti pada Ibu Pertiwi hangus karena ideologi yang bertebaran di atasnya? Kuharap kau baik-baik saja, tak tercemar oleh keberingasan para penguasa yang dengan senang hati memakan jatah hidup rakyatnya; membabi buta menggantikan perang yang dibawa Belanda dan Jepang di masa lampau.

Ada yang berkata NKRI harga mati dan ada pula yang bersuara setiap sila dalam Pancasila bentuk darmabakti, interpretasi nilai dan budi luhur. Namun tak jarang dari sebagian mereka menegaskan sebaliknya. Memaksakan pemikiran dan pemahamannya tentang negara ini, dibandingkannya dasar negara dengan dogmatis, ajaran dan anutan.

Dari pusar bumi, nafas negeriku seakan berhenti
Tersendat doanya, dihalangi pongah
dan rasa tak tahu diri
Negeriku seakan mati suri, meski merdeka diraih
dengan air mata dan cucuran darah.
Dihisapnya kekayaan dari sengal
nafas rakyat sendiri.

Indonesia, dihimpit dan ditimpa
ragam ideologi dan rasa menang sendiri
yang berbicara namun tak memahami,
mengkritisi tanpa solusi.

Indonesiaku telah merdeka lagi,
di tangan para bejat dan babi.
Diperasnya hasil bumi dan kekayaan pertiwi.

Untukmu Indonesiaku, negeri penuh cita-cita luhur
diturunkan moyang pada hati.
Pada generasinya, pemuda-pemudi semoga cemerlang tergapai
tanpa cacat dan dengki.

Indonesiaku merdeka sekali lagi
Semoga cerah kembali dan mendung pergi
dari negeri penuh cinta ini.
Keragaman dan perbedaan semoga tidak menghalangi
“Kebhinekaan yang selalu tunggal ika”.
Indonesiaku lahir dari perjuangan tanpa henti
Rawatlah cinta dan perbedaan ini
Jangan sampai, keberingasan babi
dan hewan-hewan liar lainnya menggerogoti.

Dari tanah tandus tak tersentuh, aku sampaikan salamku pada Ibu Pertiwi. Cinta kasihku pada negeri ini, ranum jingga merah saga. Merona tetes air mata, sebab penguasa tak lagi melihat nasib rakyatnya. Jika negeri ini adalah milik bersama, maka seharusnya amanah dijalankan sesuai porsinya dan tentang tanggung jawab yang diberikan selayaknya dilaksanakan semestinya.

Tumbuh subur negeri ini, namun dihisap cokong-cokong sendiri. Kami rakyat pinggiran semakin mati di usia dini. Kelaparan dan hilang tempat untuk dihuni. Bagi kami, negeri ini elok dengan darmabakti. Namun sebaliknya, bagi mereka yang duduk manis di kursi megah kekuasaan. Negeri ini seperti perahan susu sapi, menggemukkan perut dan mengenyangkan birahi.

Semoga negeri ini masih bertahan dan tidak mati. Salam untukmu negeri, dari anakmu yang takut diumpat jeruji besi dan tembok-tembok kokoh penindas kaum tinggi. Indonesia negeri demokrasi tapi banyak dilupakan penghuninya sendiri.

Wates, 17 Agustus 2019

Achmad Fauzy Hawi

Sering mendengarkan daripada bercerita, lebih banyak minum kopi hitam daripada menulis. Bisa dijumpai juga di sosial media dengan akun Achmad Fauzy Hawi

Posting Komentar

Berkomentarlah dengan bijak

Lebih baru Lebih lama