"Terima kasih, telah menjadi semoga yang diridai semesta. Melapangkan perasaan dari jengahnya keegoisan dan mendewasakan diri dari pongahnya keinginan: Aku segala kurang yang sempurna olehmu."
Tetaplah menjadi satu alasan mengapa cinta datang meski tidak selalu seperti kisah-kisah sebelumnya. Aku cukup senang dan bersyukur, kedatanganmu waktu itu meruntuhkan kepedihan. Menyembuhkan luka dan merawat bahagia. Cintamu segala kemungkinan, dikabulkan Tuhan atas nama perasaan. Mungkin aku tak cukup dalam berterima kasih dan berjuang, namun satu hal yang kupelajari dari segala semoga yang pernah kusebutkan. Engkau adalah kemustahilan yang Tuhan jadikan kenyataan, menjadi titik terang lahirnya perwujudan.
Semoga saja ketidakpastian menjadi sebuah sugesti untuk terus berjuang meski kadang khilafnya kegagalan merenggut tanpa perasaan. Setidaknya ada alasan, menjadi saran dan pertimbangan untuk terus bertahan. Mungkin dengan begitu, akal sehat tak kalah oleh rayu setan. Adapun tentang bagaimana mewujudkan mimpi yang masih jauh dari kepastian. Biarkan saja Tuhan memilihkan, apa yang baik dan benar menurut khitahnya. Kita hanya perlu percaya, segala kepastian datang atas kehendak-Nya. Penuh damai dan kebahagiaan.
Lalu tentang luka-luka yang sempat kita rasakan, biarkan ia tenang dan berserah diri. Bukankah Jibril selalu turun dari surga membawa kabar bahagia dan Mikail yang berjubah hijau jamrud memberikan kecukupan untuk segala hal. Cukup dalam penghidupan dan melepaskan petaka jiwa.
Wates, 05 Agustus 2019