Ritus & Langgam, Puisi --- Di Mata dan Jantungmu adalah sebuah puisi yang ditulis untuk seorang sahabat sekaligus kawan di seberang sana. Sebuah negara tetangga, tempat riuhnya luka ditertawakan dan pengetahuan dipercaya sebagai kelahiran kedua; yang selamat dan diselamatkan oleh moyang yang sama.
Puisi ini ditulis di Yogyakarta, 30 Agustus 2020, setelah membaca salah satu puisi Roserq Mokhtar (penulis buku Sebelum Matahari Tidur; Yang Berani Hidup; Kulepas Kepulanganmu; Bulan Tak Lagi Sabit). Silakan bisa kunjungi profilnya di @roserqmokhtar untuk melihat beberapa dokumentasi buku dan beberapa puisinya yang terdapat di Sorotan profilnya.
Selamat membaca dan semoga bermanfaat.
DI MATA DAN JANTUNGMU
- Untuk Roserq Mokhtar
Di batas samudracinta mengantarkan kita
pada sepasang doa. Diucapkan
kala senja merekah, di matamu
segala asa dituankan dan
di jantungmu namaku terukir
sempurna. Tasbih kala subuh
dan ijabah kala waktu
mengingkari temu.
Untuk diri sendiri
lagu-lagu suci
dikumandangkan; didendangkan
dengan seluruh iman.
Di batas samudra
langkah kakimu masa depan
segala tuju disuratkan;
ruang-ruang ibadah
bagi pencari.
Di matamu segala asa
dituankan dan di jantungmu
bersimpuh kepercayaan;
moksa dan zuhudnya semesta.
Jadilah engkau
kisah dan sejarah.
Sebuah catatan yang tak alpa
dari risalah-risalah.
Yogyakarta, 30 Agustus 2020
TUMBUH DI TEPI KUIL
Tak lekang, sayangsemoga damai dan tenang
bersama pelukan-pelukan doaku
kala rona bintang mengetuk hatimu.
Di pikiranmu, cita-cita
seperti musafir. Berdamabakti
menuju cinta kasih abadi, bersama
bumi ia menapaki terik yang pelik.
Doamu abadi,
di tengah usiamu yang ranum
cintaku tumbuh di tepi
kuil. Disinari pualam
yang menolak mati;
aku bersemadi dan berdoa
pada Sang Hyang Widi:
Satu dan sepatah rasa tumbuh
Selamat ulang tahun sayang
semoga luka-luka sembuh
dan jiwamu kembali tangguh.
Yogyakarta, 25 Juli 2020
SALAH SATU
"Sejenak, kita perlu menenangkan diri dan menerima, bahwa kepulangan adalah keabadian, ia masih dan utuh dalam ingatan, meski doa selesai diucapkan".
//1//
Sesekali aku ingin kaumengingatkanku tentang bumi
yang menjadikanmu rumah suci.
Tentang langit yang menjadikan
kita abadi.
Sesekali aku ingin kau
khusyuk bersama doa-doa.
Menyerahkan diri pada semoga,
berpasrah diri pada keputusan.
Cinta adalah upaya
yang tak perlu diperbedatkan
dan kita salah satu alasan
mengapa keabadian tak memerlukan
ritus; gegap-gempita
pesta penyambutan.
//2//
Agustus telah datang sayangdi Juli kemarin yang penuh kematian
kita seperti ingin bertukar pikiran
tentang keabadian dan kefanaan.
Dalam roman "Bintang Mungkin Akan
Menghapus Kesedihanmu", kabar elegi
dari "Tahun-Tahun Kematian" bermukim
"Di Kaki Bukit Cibalak".
Dan hujan yang tak henti-henti,
di bulan Juni mengantarkan
penyair tua yang pikirannya muda
ke haribaan semesta.
Kita perlu belajar, bahwa di antara langit dan bumi, perasaan seringkali memantul, mengisyaratkan semuanya baik-baik saja. Kadang ia kembali pada hatimu dan tak pernah tergesa-gesa meninggalkan pikiranmu. Menerima dan mengingatkan, kematian adalah cara Tuhan menjadikannya abadi.
Yogyakarta, 01 Agustus 2020
MENYATU
Cintamu, bujur sangkarberlari pada garis
khatulistiwa; merebahkan diri
dalam lingkaran hati.
Engkau, semesta
yang tak perlu diulas
sejarahnya. Sebab segala
terkandung dalam jiwa:
menyatu.
Yogyakarta, 02 Juli 2020