Kesaksian Ode & Elegi, dan 5 Puisi Lainnya

Kumpulan Puisi Cinta Achmad Fauzy Hawi

Ritus & Langgam, Kumpulan Puisi --- Di bawah ini beberapa puisi yang saya tulis di tahun 2020 sebagai bentuk refleksi dan cara untuk mengingat bahwa kehidupan adalah buah dari hidup. Di mana laku dan tindakan tidak akan pernah bisa diperbaiki jika mengalami kesalahan, dan sebaliknya hidup akan semakin baik apabila tindakan dan laku selaras dengan apa yang diinginkan.

KESAKSIAN ODE DAN ELEGI

Sayang ...
Matamu, teduh pepohonan
tempat segala lelah diistirahatkan
dari perjuangan dan kekecewaan.

Pelukanmu adalah surga, hadiah
Tuhan untuk sebuah ketenangan.
Dan jiwamu kedamaian, hilangkan
segala ketakutan dan kekalutan.

Dari segala tutur sejarah
kata-katamu adalah doa.
Derma dan puji-pujian
untuk keselamatan dan kebaikan.

Bagiku, engkau adalah ayat-ayat suci
terngiang dan terus dinyanyikan
tanpa merasa risih dan terintimidasi
tertanam dalam di sanubari.

Terima kasih aku haturkan
untukmu yang mengamini
untuk segala cinta yang abadi
dan saksi bisu Sirius di waktu pagi.

Kini engkau telah merengkuh damai
Jangan lupa, kabarkan pada Tuhan
bahwa kebaikan bisa menebus kekhilafan.
Selamat jalan, semoga tenang di sisi-Nya.

Yogyakarta, 12 Juni 2020

CARETA SEPPO

Nak, paemot ka paccowan. Jha'
sanontona odi’ reah lekkas mare
ben tak kare saterrosa. Sakale
odi’, matena libhalien. Sabab
kasta tor ta’ bisa narema
kaodi’an se laeparengi.
Mangkana ma’le ta’ kasta e budhi
are, jha’ kaloppae sokkor, ben
pasrana aba’ dha’ pangeranna.

Ngastete dha' tengkana
polan tadha' setao gulina oreng,
tadha' se ngarte atena manussa
becce' ben bagussa.

Pa becce' gulina
Pa becce' pekkerna
sala lopote paggun paenga'
Manussa raja ben gulina

Careta seampon seppo
pa daddi paemot; pa enga'
jha' sanontona pangarep
e parengi Guste se Agung.

Careta se daddi dhara
pangodi'an se daddi daging
ben ka partajha'na ka sabbu'
ka kalong jha' kaloppae

"Syahadat e kabantal
imana kasapo’, pas tanamagi
e atena jha' saongguna
Allah Pajungnga"

Yogyakarta, 13 Juni 2020

BUKAN SIAPA-SIAPA

"Bayang-bayang membentang dan tak
terukur panjangnya. Langit bukan
apa-apa dan bumi tidak seberapa.
Dan aku ...? Seonggok daging, tak berdaya.
Sedangkan Engkau, segalanya."

/1/

Kita tumbuh dari rimbun padi
sebelum mati, ditemani peri dan bidadari.
Di tengah sunyi, kerabat menangisi
menyambut kehidupan dengan puja-puji
dan di waktu yang sama, alam bercerita
kelak setelah engkau dewasa
perpisahan adalah kenyataan, tak bisa
diterima dengan lapang hati.

Malaikat bernyanyi, bertasbih mengamini
kepak sayapnya sampai seribu kali;
Mengingatkan bumi dan langit
akan datang masa di mana kecabulan
menjadi hal biasa dan kemunafikan
nyata adanya. Ditampung
di masing-masing rahimnya.

/2/

Waktu itu langit mendung
kabut tebal seakan menjadi pertanda
pelepasan jiwa anak manusia
pergi menghadap penguasa Agung.

Para iblis sesekali bersuka cita
tawanya cekikikan dan senyumnya pahit.
Anak manusia pergi membawa dusta
dan kenaifan tentang hidup.

Kerabatnya tak percaya
sedang lagu-lagu surga
tak lagi didengarnya. Nyanyian
selepas senja hanya menjadi bukti
dan catatan sejarah
satu nyawa dipanggil-Nya;
membawa pertangungjawaban dan
beberapa kesialan juga kebodohannya.

/3/

Hari ini aku akan
didampingi bidadari, menyemai
kasih dalam peluknya - Pikirnya
ketika dibangkitkan untuk kedua kali
Nyatanya, tak begitu. Ia mendapati
dirinya terbakar, hampir menjadi debu.

Imajinasinya tak mampu
ketanggguhannya tak berguna
ia seperti tumpukan daging
digiling dan dihancurkan.
Kini ia bukan siapa-siapa
kecil dan begitu kerdil.

Dalam jeritan yang perih
ia berucap, kepada Tuhan
ia kembali mengingat segala
kesalahan dan kekeliruan.
Ingatannya tentang hidup
dan keangkuhannya, disesali.

Tuhan, atas kuasa dan keagungan-Mu
beri setitik cahaya, meski seterang
kunang-kunang yang tertutup
rimbun ilalang. Berilah tempat menurut
kebijaksanaan-Mu. Menerima adalah
pertanggungjawabanku untuk kelemahan
dan ketidakberdayaanku.

Yogyakarta, 14 Juni 2020

SEJARAH ARSIP TUA

Arsip tua
semburat senyum getir prasangka.
Kau puisi dan prosa
yang tak pernah selesai dibaca.

Di sepasang judulnya, namamu
menempel menjadi baris-baris doa
bersuara sendu dan nafasnya
sedikit diburu perpisahan
kala subuh lupa dibangunkan:
Kita adalah sejarah
lupa siapa lakon-lakonnya.

Arsip tua, menyembul
dari rona matamu.
Garis-garis pilu kembali timbul
di sepasang arah tujumu,
sekali lagi ingatanku
terbunuh dan terkapar;
dikembumikan sepasang perasaan.

Di dalam arsip tua
tubuhmu menjelma cerita,
bermusim membentuk ritus devosi.
"Engkau selalu menjadi bagian kecil
Hilang, tak pernah kembali
untuk sekadar membunuh sepi".

Yogyakarta, 26 Juli 2020

SENIN PAGI

Suatu pagi di Senin yang menderu
tangisnya, engkau tafsirkan
sebuah mimpi semalam. Di tanganmu
kata-kata menjelma mantra dan
dari bibirmu puja-puji terbang
begitu saja, membawa resah;
mencoba pasrah.

Suatu pagi di Senin yang muram,
wajahmu bersemayam dalam
rona mataku. Engkau berlari
kencang membawa sejuta harapan
dan sedikit cerita tentang bahagia
yang tak pernah selesai kudoakan.

Suatu pagi, di Senin
penuh penyesalan. Aku duduk
memeluk tubuhmu dan berkata:
Jika kelak Tuhan menemuimu
dan menanyakan perihal cinta,
jawab saja "ia tertinggal
di bumi, menjadi sepi
kala orang-orang sibuk
memperdebatkan makna memiliki".

Yogyakarta, 26 Juli 2020

TAK LUPA BERDOA

Sepintas saja sayang
atau sedetik nafas tubuhmu gemulai
biarkan aku kembali pada damai; tenang
pelukanmu seperti sejuk embun pagi.

Aku kembali merindukan
malam-malam penuh bintang
di pekat pojok kamar kala
kunang-kunang hinggap di matamu;
tentang bagaimana definisi perasaan
dan rasa memiliki: Utuh jiwaku.

Sepintas atau sedetik ucapan
doa-doa yang tak lupa
menyebutmu di ruang-ruang hati.
Aku pekat, disambangi kerlip
rona matamu.

Yogyakarta, 26 Juli 2020

"Boleh, kan? Jika sejenak kuistirahatkan semua kisah tentang masa depan? Aku hanya ingin merebahkan segala kenang, siapa tahu kelak aku tak perlu mengulang kesedihan dan tak lagi takut air mata menggenang."

Kita terlalu banyak menerawang, menumbuhkan harapan dan memupuk mimpi sedemikian rupa untuk sekadar bahagia yang tak jelas kedudukannya. Bahkan kita tak pernah berupaya, memastikan kemampuan, batasan dan kecenderungan.

Kita hanya mau, di masa depan segala keinginan sesuai dengan yang direncanakan. Cobalah sesekali, beristirahat dan kembali ke dunia nyata; mengingat dan mengenang; menerima dengan lapang segala hal yang tertinggal dan biarkan penyesalan sekali lagi berdamai tanpa merasa tak dihiraukan.
Ritus & Langgam

Manuskrip digital dan dokumentasi tulisan Achmad Fauzy Hawi

Posting Komentar

Berkomentarlah dengan bijak

Lebih baru Lebih lama