Ritus & Langgam, Prosa --- Tak banyak yang hendak kukatakan untukmu, karena mau bagaimana pun, masing-masing dari kita telah memilih jalan hidupnya sendiri.
Aku hanya ingin berterima kasih, pernah menjadi bagian dari kisahku; menjadi seseorang yang amat berarti; memberi pembelajaran dan pengajaran.
Kelak, ketika masa lalu menjadikanmu kalut. Cukup kenanglah aku sebagai seseorang yang pernah memberimu arti, tentang hidup dan kehidupan; tentang makna memiliki dan memberi.
Hari ini, tegar dan kembalilah pada apa yang telah kau percayai. Jadilah baik dan penyayang, untuk dirimu sendiri khususnya. Sebab hidup adalah tentangmu, bukan bagaimana orang lain menilai. Bebaskan segala keluh kesahmu dan hiduplah dengan merdeka. Tak perlu takut dan risau, masa lalu hanyalah telenovela, hasil dramaturgi yang banyak orang lakukan. Begitu pula dengan perpisahan yang dialami, tak perlu menyesalinya. Karena sejatinya, hidup milik sendiri dan kehidupan hanyalah buah dari apa yang dilakukan.
Jadi, buang jauh-jauh beban, segala sesuatu yang mengikatmu pada keduniaan. Berjalanlah dengan bangga dan rengkuh segala baik-benar, agar tiada keluar dari laku maupun tindakan.
Jika suatu hari nanti kau bertemu dengan seseorang, dan kau memutuskan untuk membersamainya, maka jadikan kisahmu denganku sebagai analogi dan anekdot, mengantarkanmu pada bahagia yang sebenarnya. Pun kelak, ketika kau mengalami kegagalan yang lain dari sebuah hubungan, jadikan aku sebagai pelipur laramu, tak perlu merasa sungkan atau pun khawatir tak dipedulikan. Sebab bagiku, bahagia harus dirasakan dan dimiliki setiap orang, tak terkecuali dirimu.
“Kilas balik yang kau dapati dari kisah-kisah kita adalah reka ulang sejarah. Bisa saja menjadi epos dan elegi, pun menyerupai ode yang kerap kau temui dalam banyak mantra.”
Anggap saja, kehadiranku dulu sebagai pelipur lara dan pundak untuk bersandar sementara, tempatmu bernaung dari cuaca yang tak menentu.
Untukmu yang terakhir kali, jangan pernah anggap kisah antara kau dan aku sebagai kegagalan. Karena bagaimana pun, kita pernah menjadi sepasang tangan yang menggenggam cita-cita dan tujuan masa depan.
Perihal hubungan kita yang telah usai, pada kenyataannya tak lebih dari perlintasan, mengajarkan ketabahan dan kerelaan. Di sana ada bukti dan ikrar, menyatu bersama.
“Gema yang memenuhi sanubarimu adalah bukti cinta dan rinduku. Abstraksi yang kerap kali kau jumpai, adalah gambaran, aku yang pernah menjadi pemandu sekaligus pengarah. Tempat segala keluhmu, dan caramu memulangkan kebisingan dunia melaluiku.”
“Jadilah baik dan penyayang seperti yang tertulis dalam epos dan ode. Jadikan ia suluk dan laku hidup, sebagaimana yang leluhur ajarkan. Mengabdi untuk hidupmu dan cintailah dirimu sendiri. Tak perlu kalut akan usiknya orang lain. Tegar dan bebaslah, tak perlu menanggung beban keduniaan.”
“Jika kelak, orang-orang merecoki dan usil atas hidupmu. Beranilah dan putuskan. Tak perlu takut, apalagi harus mengaku kalah, lebih-lebih jangan pernah putus asa. Selalu jadilah pemenang dan pemegang kendali atas hidup sendiri. Sebab orang lain tak berhak mengomentari apa yang kau yakini, bukankah segala sesuatu memiliki kausalitas dan risikonya tersendiri? Begitu pula dengan yang orang lain lakukan kepadamu, mereka hanya beralibi atas keberpihakannya yang menurut mereka benar.”
“Namun harus kau garisbawahi, baik belum tentu mengandung kebaikan. Pun benar tak melulu membawa kebenaran di dalamnya. Maka berpegang teguhlah pada apa yang diyakini dan yang kau amini. Orang lain hanya tahu kulitnya saja, tapi tak pernah mampu mengetahui isinya. Ia hanya melihat bayanganmu di balik cermin dan itu yang mereka nilai.”
“Semoga Sahyang Agung mengantarkanmu pada kebajikan, selalu mempertemukanmu dengan keselamatan. Semoga Sahyang Batara, mengaruniamu pengetahuan dan pembelaan untuk segala urusan.”
Yogyakarta, 19 Agustus 2022