Gonjang-Ganjing dan Perkara Kepercayaan

Ritus & Langgam - Tuhan berjanji segala kebaikan akan kembali dan diganjar dengan kemuliaan. Maka aku bersaksi dan beriman atas diriku sendiri, bahwa tiada kepercayaan melebihi hidup pribadi. Sebab, dogma yang banyak orang terima adalah persepsi dan asumsi yang tercipta di luar pemahamannya.

Begitu pula dengan riwayat-riwayat dan jejak peradaban yang katanya adalah sejarah itu sendiri. Ia tak lebih dari propaganda yang dibentuk atas dasar kepentingan.

Iman dan kepercayaan menjadi satu-dua hal yang oleh sebagian orang gegap-gempitakan. Ada yang menyebut dirinya "beriman" dan ada pula yang menjustifikasi sebagai "tak beragama". Pun ada yang melabelkan "sesat atau kafir" tanpa harus memverifikasi kebenarannya dahulu.

Kehidupan. Itulah yang banyak dialami oleh penghuni dunia ini. Semua sama-sama mengakui "paling beriman" dan "paling benar" dibanding pegangan hidup yang orang lain pilih.


Setelah usia tak menjelma angka kecil, kita kerap kali lupa bahwa masa lalu hanya menjadi potret buram yang samar-samar kita ingat rupanya. Kita menyebutnya sebagai kelangkaan sebelum kepunahan dan ada juga yang percaya bahwa segala sesuatu yang tertinggal adalah kenangan. Namun jarang dipahami, kenangan hanya guratan kecil dari lakon-lakon yang pernah kita peragakan. Tak lebih dan tak kurang.

Sewaktu kecil, bapakku mengingatkan betapa pentingnya hidup, tapi ia lupa menjelaskan dan mengantarkanku pada pemahaman bahwa hidup harus memiliki pegangan dan itu ada di dunia. Tak memiliki akhir akhirat. Tentunya, yang lahir di kalangan muslim. Aku dulu percaya bahwa memberi dan menafkahkan hidup untuk orang lain adalah keharusan.

Tapi setelah sampai pada masa ini, baru disadari bahwa terkadang kita terlalu sibuk dengan urusan orang lain dan lupa urusan sendiri. Lebih-lebih menjaga muasal dan tujuan atas hidup. Parahnya, kita menomorduakan kedirian dan keinginan hidup. Kita lebih banyak bercengkerama dengan persoalan dunia, penghidupan, dan segala hal yang menjauhkan dari laku baik, perilaku, dan andap asor.

Kita dibuat riweh oleh gonjang-ganjing siapa yang paling benar soal pandangan hidup, soal keyakinan, dan kepercayaan. Akhirnya lupa menghadap hidup sendiri, tak mampu berjalan di atas keinginan dan kebebasan.

Bagi yang dengan lantangnya mengaku paling beriman, pastilah ia berseloroh "hidup hanya sekali dan tujuan akhirnya adalah keabadian". Pun ia sedikit menghardik "tak ada yang lebih penting dari melekatnya iman" sembari membusung dadanya ia memfatwakan bahwa "tak ada kekekalan di dunia ini, hanya ada hidup setelah kematian".

Aku tak ingin menghakimi apa yang orang percaya dan yakini, hanya saja bagiku tak mudah untuk menghamba pada diri sendiri dan beriman atas hidup yang baik. Demi keselamatan dan kembali yang benar bagi sedikit orang dan salah bagi banyak orang.

Yogyakarta, 08-09 Juli 2022

Ritus & Langgam

Manuskrip digital dan dokumentasi tulisan Achmad Fauzy Hawi

Posting Komentar

Berkomentarlah dengan bijak

Lebih baru Lebih lama