Ritus & Langgam - Ada segenggam doa, kau berikan padaku. Kala itu, kau baru menginjak masa remaja dan aku tengah belajar bagaimana hidup harus dikritisi kembali. Di waktu musim semi. Kau berbahagia, sebab aroma bunga lebih semerbak dari serapah dan fatwa.
"Tak ada khotbah menjemukan yang harus kudengarkan ataupun aku tak perlu merasa khawatir misa terlewatkan" katamu sembari menyodorkan plum blossom padaku.
Wajahmu menengadah, memandang jauh ke biru langit. Berharap kelak, bintang membawakanmu keselamatan, kemasyhuran, dan keabadian.
"Pernah sekali dalam hidup, aku membuat keputusan. Memilih jalan yang membawaku pada kenestapaan dan kekalutan. Waktu itu, dengan bodohnya aku menerima segala hal yang diberitakan tanpa sekalipun mempertanyakan." kenangmu, mengingat silam hidup yang berat, dipenuhi kedustaan dan keingkaran.
"Hari ini aku berterima kasih, sebab kasih manusia mengingatkan bahwa sejatinya hidup adalah dengan menyembah lakunya sendiri. Menghamba pada sekian puluh juta dewa dalam dirinya. Aku tak menyesali apalagi kecewa dengan segala hal yang pernah kulewatkan. Aku hanya menyayangkan kebodohan dan ketidaktahuanku." pungkasmu.
Cintaku yang ranum atau jiwamu yang harum.Perjalanan yang kita percaya sebagai tujuan, tak lebih dari pertentangan antara "siapa yang paling menyesal dan kecewa"
Aku seperti jiwa-jiwa yang rapuh.Setengah umurku terbuang seperti kotoran, busuk dan menjijikkan. Kini setelah kegagalan moksaku, aku hanya bisa menerima bahwa hidup telah menyatu dengan tanah. Tak lagi bisa kembali, menjelma dan bereinkarnasi.
Yogyakarta, 05-06 Juli 2022