Ritus & Langgam, Surat & Catatan - Riuh isi kepalaku tak perlu kau baca, sebab tak ada doa yang kugantung di sana. Segalanya telah mengalir & jatuh perlahan ke dasar hati, seperti deras mata air. Sejuk untukku, tak mesti untukmu.
Aku menghamba / pada jiwa-jiwa. / Di reinkarnasi yang entah ke berapa, / kusandarkan segalanya. ~-> Dikutip dan Naskah "Ritus & Langgam".
Bukan soal persepsi, apalagi intuisi. Ini hanya tentang percaya dan iman, nilai yang kau pahami dan apa yang kumiliki belum tentu searah mata angin dari Tenggara. Karenanya, tak perlu berkecil hati. Ruang untukmu masih di sini, lengkap dengan deretan bunga-bunganya.
Satu yang mesti kau mengerti, suluk cintaku adalah penghambaan untuk segala yang percaya. Tak perlu lagi kau tanyai, rindu dan kamu tetap satu. Hidup dan abadi.
Gemuruh yang kudengar hari ini seperti kelakar yang banyak orang taburkan ke pintu depan rumahku, dan di halaman, sebagian dari mereka menggambar peta dunia.
"Ini akan jadi sejarah, sebuah pencapaian umat manusia yang kelak akan dipercaya seperti halnya miteme di peradaban dunia" -- salah satu orang yang bersandar di serambi rumahku memberi komentar.
BerkumandanglahDaun telingaku mendengar apa yang mereka bicarakan, tapi pikiran mengawang jauh ke garis khatulistiwa di mana seseorang yang amat sangat kudambakan tengah mencari jati dirinya.
Beberapa pekan lalu ia berpamitan untuk menakhodai kapalnya sendiri, berlayar dari satu pulau ke pulau yang lain; mengunjungi tempat-tempat untuk membuktikan kebenaran literatur sejarah.
Berdeguplah"Di sini akan ada sebuah peradaban, mari kita atur semua kemenangan berdasarkan letak peta yang kita buat" -- orang yang menggambar memberi sedikit saran. Aku masih seperti sebelumnya, bernostalgia sekaligus berusaha menghapus prahara.