Emily Rose dan Ayasofya yang Senantiasa Setia

Ritus & Langgam, Tilikan - Setiap orang punya ceritanya sendiri, sejarah yang perlu dicatat dan dikisahkan kepada orang yang dipercaya; dianggap sebagai tumpuan sekaligus bagian utuh kehidupan untuk menjaga segala rahasia. Hal-hal yang sudah seharusnya ditutup rapat-rapat tak boleh dibuka apalagi diusik keberadaannya. Biarkan ia tetap menjadi cerita yang hanya diketahui semesta.

Perihal sakit yang diterima sebelumnya, jadikan penguat bahwa hidup tak lebih dari persinggahan dan pencarian jati diri. Tentang baik-buruk, biarkan yang kuasa memutuskan sendiri. Sedangkan persoalan surga-neraka, jadikan ia pengingat bahwa selalu saja ada yang tampak megah dan penuh keceriaan di mata manusia dan begitu pula sebaliknya. Surga di mata telanjang, dan neraka di petang malam.

Perkenalanku dengan "Bulan Tak Lagi Sabit" adalah pertanda baik. Cerita-cerita epik dan penuh makna dikemas. Berlatar pesantren dan sedikitbanyaknya spiritualitas yang disisipkan menjadi nilai tersendiri sekaligus menambah kepadatan makna juga pesan yang coba disampaikan. Meskipun ide cerita yang dibangun tak terlalu menohon karena sudah banyak dipraktikkan oleh kebanyakan penulis buku islami.

Namun, dari masing-masing tokoh bisa diketahui bahwa buku ini memiliki kisahnya sendiri, dibuktikan dengan penyiapan naskah yang telah dilakukan oleh penulis. Mulai dari riset tempat, referensi, dan gagasan yang akan dibangun hingga penempatan konflik dan penyelesaiannya. Kegigihan ini patut diapresiasi.

Roserq Mokhtar: Bulan Tak Lagi Sabit dan Kedirian

Kehidupan yang dianggap baik oleh masing-masing orang tak lebih dari abstraksi dan kenaifan belaka, sebab tak semua kenyataan yang ada terbuka, di dalamnya masih mendekam keburukan, kekhawatiran, kekalutan, dan banyak persoalan yang (mungkin) tak mudah diselesaikan.

Siapa yang bilang? Siapa? Aku sudah menyerahkan perasaanku, perasaan yang aku jaga selama ini. ~ Termuat di dalam buku

Mati-matian dipertahankan untuk sekadar menunjukkan segala kemungkinan tak terjadi, kemudian baik-baik saja seperti tidak pernah terjadi apa-apa. Jangan biarkan keingintahuan terusik, agar luka lama tak kembali terbuka, mengiris dan menyayat isi dada juga ketabahan.

Kejadian yang dialami oleh Raden, di mana ia terjebak dalam kekalutan masa lalunya, merasa dihantui sepanjang waktu dan seakan-akan ragam kejadian datang menerkam. Menyeramkan. Hantu yang datang dari masa lalu itu menjadi kelemahan sekaligus rasa sakit yang tak mudah sembuh meski sudah bertahun-tahun lamanya. Di tengah-tengah luka masa lalu dan kepedihan hidup, ia harus bertahan dengan segala keterbatasan, dan tatapan aneh orang-orang.

Sepanjang waktu, mimpi buruk selalu membawa kepingan pahit yang ingin coba dilupakan. Perlakuan tak senonoh ayahnya, kekerasan fisik, pelecehan, dan banyak jenis ketakutan lainnya. Terlebih ia meninggalkan seorang ibu yang penuh cinta kasih -- hidup bersama seorang bajingan. Sendirian.

Bagaimana Raden mengupayakan segala pelik terhapus dan usaha apa yang akan diperbuatnya untuk membuat ibunya dilimpahi senyum, tawa ria, dan bahagia yang tak ada habisnya? Semua itu bisa ditemukan dalam buku "Bulan Tak Lagi Sabit".

Cinta adalah ketabahan yang tak perlu kau perdebatkan, tentang bagaimana ia sampai dan pergi. Sebab segala yang pernah dan yang belum diutarakan, senantiasa mencari jawabannya di masa depan. ~ Dinukil dari sikap Arman

Emily, Ayasofya Tetap Setia Seperti Seharusnya

Kisah dalam buku ini dimulai dengan memperlihatkan kondisi dari salah satu sahabat Arman. Sahabat Arman tersebut adalah Raden yang kisahnya telah disinggung di awal pembukaan tulisan ini -- nantinya Arman akan bertindak sebagai salah satu narator yang dipergakan penulis sekaligus menjadi tokoh utama. Jika lebih dikaji, sudut pandang yang dipakai oleh Penulis tidak hanya sudut pandang orang pertama, tapi juga sudut pandang campuran.

Pada satu waktu, penulis bertindak sebagai tokoh perempuan yang berwibawa dan periang. Sedangkan di waktu yang lain lebih memilih untuk menjadi sosok yang bijaksana, penuh tatakrama, dan sangat berpegang teguh pada keyakinan agamanya. Hal ini bisa ditemukan pada salah satu tokoh bernama Ustaz Zaki atau Tuan Guru Akhil, salah seorang pengasuh pondok pesantren. Tempat tinggal dan tumbuhnya Arma bersama kedua sahabatnya.

"Bulan Tak Lagi Sabit" mengusung konsep cerita Religi-Historis, yaitu sebuah gagasan tentang alur yang mengambil setting keagamaan dan sejarah. Sejarah yang menjadi topiknya adalah kilas balik Istanbul, sebuah kota di Tukri. Selain sejarah Istanbul, penuturan lainnya bisa ditemukan dalam kisah perjuangan Nabi Muhammad dan orang-orang islam ketika menghadapi Romawi. Semua bukti penuturan kisah ini bisa ditelusuri dari bukti Ayasofya-Masjid Biru.

Emily ... disepasang tanganmu
doaku kerapkali berlipat.
Tutur kata dan bahasa jadi cerita,
diterjemahkan malam.

Tepat sebelum subuh berkumandang,
kebohongan terkuak. Tak
berlipat ganda.

Emily, sepasang matamu
sinar bulan. Tak sirna.
Mengantar amin, tenang dan lapang.

Emily ...
Di ingatanku, wajahmu tak lekang.
Merekah dalam jiwa, lepas senyummu
di waktu perpisahan seperti sulaman.
dan erat pelukmu kala itu
lalaikan imanku.

Emily ...
Kelak, mungkin kau 'kan tahu
pada bulan yang tak lagi mengenal
waktu sabitnya. Setitik cahaya
menjadi awal cinta.

Di hadapan yang Esa dan penuh kuasa,
kita tak lebih dari embun pagi
tersapu matahari.

Emily ...
Pada sepasang matamu,
hatiku tertaut dan jiwaku
tertambat. Dan aku menyatu
dengan hidupmu.

Puisi dengan judul "Emily Rose: Ayasofya yang Senantiasa Setia" ini dinukil dari pertemuan Emily Rose dengan Arman, di mana berusaha menggambarkan seluruh kisah mereka berdua. Sedangkan kalimat dikutipan ketiga adalah bentuk nukilan untuk sikap dan ketabahan cinta Arman ketika mencintai Emily yang notabanenya memiliki keyakinan dan budaya yang sangat jauh berbeda.
Tulisan ini telah disesuaikan dan dikorelasikan dengan konteks yang coba disampaikan oleh penulis. Semoga bermanfaat, untuk puisi adalah bonus.
Moderator

Divisi yang mengurus bagian komentar, tulisan masuk dan pertanyaan terkait blog ini

Posting Komentar

Berkomentarlah dengan bijak

Lebih baru Lebih lama