Opini, Kriminologi - Kasus pembunuhan Dini Sera Afriyanti oleh Gregorius Ronald Tannur yang baru-baru ini mencuat ke publik menghadirkan pertanyaan mendalam tentang integritas sistem peradilan di Indonesia.
Putusan bebas yang diberikan kepada Tannur oleh Pengadilan Negeri Surabaya telah memicu kemarahan masyarakat dan menimbulkan kritik tajam dari berbagai kalangan. Ini bukan hanya tentang keadilan bagi korban, tetapi juga tentang bagaimana kepercayaan publik terhadap sistem hukum kita dapat dipertahankan.
Dalam kasus ini, alat bukti yang diajukan termasuk laporan visum yang menunjukkan luka-luka pada organ hati Dini akibat kekerasan tumpul, serta rekaman dan saksi-saksi yang mendukung adanya kekerasan.
Namun, meskipun bukti-bukti tersebut tampak kuat, majelis hakim memutuskan untuk membebaskan Tannur. Keputusan ini menimbulkan keraguan tentang dasar hukum yang digunakan oleh hakim dan bagaimana proses peradilan dijalankan.
Anggota Komisi III DPR RI, Adang Daradjatun, mengkritisi keputusan hakim dengan menunjukkan bahwa dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal 138, alat bukti yang sah terdiri dari empat jenis, dan jika dua sudah terpenuhi, itu seharusnya sudah cukup untuk membuktikan kesalahan terdakwa.
Adang menyoroti ketidakpastian yang ditunjukkan dalam proses pengadilan, termasuk penundaan dan ketidakmampuan menjawab pertanyaan-pertanyaan penting, yang seolah-olah disengaja untuk membingungkan atau mengaburkan fakta.
Krisis Kepercayaan Terhadap Sistem Peradilan
Keputusan bebas Ronald Tannur tidak hanya mengecewakan keluarga korban dan masyarakat, tetapi juga menimbulkan krisis kepercayaan terhadap sistem peradilan. Ketika hakim dianggap tidak menerapkan hukum secara adil dan transparan, publik dapat kehilangan kepercayaan pada efektivitas sistem hukum yang ada. Ini berdampak langsung pada keyakinan masyarakat terhadap kemampuan sistem peradilan untuk menegakkan hukum dan memberikan keadilan.
Tingkatkan Ketegangan Sosial
Aksi protes besar-besaran yang dilakukan oleh Aliansi Madura Indonesia di depan gedung Pengadilan Negeri Surabaya mencerminkan ketegangan sosial yang meningkat sebagai respons terhadap keputusan hakim. Ketidakpuasan masyarakat yang meluas dapat mengarah pada ketidakstabilan sosial jika tidak segera diatasi dengan tindakan hukum yang tegas dan transparan.
Pentingnya Evaluasi Proses Peradilan
Kasus ini menyoroti perlunya evaluasi menyeluruh terhadap proses peradilan dan integritas para hakim yang terlibat. Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial diharapkan dapat melakukan pemeriksaan yang objektif dan transparan untuk memastikan bahwa keputusan-keputusan hukum yang diambil sesuai dengan prinsip keadilan dan hukum yang berlaku.
Upaya Hukum dan Perlindungan Korban
Pengajuan kasasi oleh jaksa penuntut umum adalah langkah penting untuk memastikan bahwa keputusan pengadilan yang dianggap tidak adil dapat ditinjau ulang. Perlindungan terhadap keluarga korban dan saksi harus menjadi prioritas untuk memastikan bahwa mereka tidak mengalami intimidasi atau ancaman yang dapat menghambat pencarian keadilan.
Kasus Ronald Tannur menghadirkan tantangan serius bagi sistem peradilan di Indonesia. Keputusan bebas yang mengejutkan ini menuntut perhatian dan tindakan dari semua pihak terkait untuk memastikan bahwa keadilan dapat ditegakkan dengan benar.
Masyarakat menantikan langkah-langkah yang konkrit dari Mahkamah Agung, Komisi Yudisial, dan lembaga terkait lainnya untuk memulihkan kepercayaan publik dan memastikan bahwa setiap keputusan hukum mencerminkan prinsip keadilan yang sesungguhnya.