Berita – Kadipaten Pakualaman kembali menggelar upacara adat Hajad Dalem Labuhan di Pantai Glagah, Temon, Kulonprogo, Rabu (17/07). Upacara sakral ini bertujuan untuk memohon kemakmuran kepada Tuhan dan membuang hal-hal buruk yang disimbolkan dengan melarung ubarampe gunungan yang berisi hasil bumi hingga pakaian.
Prosesi yang dikenal sebagai Labuhan Sukerto ini rutin diadakan setiap tahun pada tanggal 10 bulan Suro dalam kalender Jawa atau hari ke-10 bulan Muharram dalam kalender Hijriah. Tradisi ini diawali dengan doa bersama di Pesanggrahan Pakualaman Glagah sekitar pukul 09.00 WIB, dilanjutkan dengan kirab ubarampe gunungan menuju Joglo Pakualaman di tepi Pantai Glagah sejauh tiga kilometer. Kirab tersebut diikuti oleh bregada lombok abang, bregada plangkir, dan masyarakat umum.
Setiba di lokasi, dua gunungan berisi hasil bumi seperti padi, palawija, dan sayuran serta satu ubarampe berisi pakaian bekas keluarga Pakualaman didoakan dan diarak ke arah pantai untuk dilarung. Momen ini disambut antusias oleh warga dan wisatawan yang ikut serta mengambil ubarampe gunungan tersebut.
KMT Sestrodiprojo, Abdi Dalem Pura Pakualaman Urusan Kapanitran, menjelaskan bahwa labuhan kali ini berbeda karena sebelumnya hanya berupa prosesi melarung akibat pandemi.
"Labuhan Pura Pakualaman kali ini lebih lengkap mulai dari serah terima, doa bersama kirab hingga prosesi puncak Larung Sukerto untuk membuang hal-hal negatif atau buang sial," jelasnya.
Sebanyak lima ubarampe dilarung kali ini, dua di antaranya berbentuk gunungan berisi hasil bumi dan padi. Ubarampe lainnya berisi pakaian dari Sri Paduka KGPAA Paku Alam, Garwa Dalem, keluarga, serta nasi tumpeng dan buah-buahan seperti pisang dan kelapa.
"Labuhan ini bermakna membuang sukerto atau regetan (kotoran) sehingga hal-hal buruk dapat pudar dan diharapkan Kadipaten Pakualaman serta masyarakat sekitar bisa hidup sejahtera," tambah Sestrodiprojo.
Acara ini dihadiri oleh keluarga dan kerabat Kadipaten Pakualaman, masyarakat umum, serta wisatawan yang berharap mendapatkan ubarampe gunungan dilarung ke laut selatan. Salah satu warga Girigondo Wates, Purjiyem, bersama anaknya rela mengayuh sepeda untuk mengikuti prosesi dan berhasil mendapatkan kacang tanah, kacang panjang, dan cabai yang akan ditanam kembali.
"Saya sangat senang dapat sayuran dan padi, semoga dapat berkah dan lancar rezekinya," ujar Farida Ambarwati dari Purworejo.
Muhammad Hadi Masaid, mahasiswa UIN Sunan Kalijaga, yang mengetahui upacara ini dari warga setempat di tempatnya KKN, mengungkapkan rasa senangnya mengikuti prosesi dan mendapatkan buah kelapa yang akan dinikmati bersama teman-temannya.
Dengan tradisi yang tetap dilestarikan ini, masyarakat diharapkan dapat terus merasakan keberkahan dan kemakmuran dari alam sekitarnya.
Catatan: Sumber Foto dan Berita dari Website Resmi DIY