Pahlawan Paling Tangguh yang Alpa dari Buku Sejarah

Seri Kesepuluh Kehidupan dan Doa
Ritus & Langgam, Prosa --- Pahlawan menurut pandangan dan benak pikir kita adalah mereka yang berjasa besar untuk Negara dan Bangsa, mereka kebanyakan tercantum dalam buku-buku pelajaran. Namun dari kita banyak yang lupa, bahwa pahlawan tidak hanya mereka yang masuk dalam daftar kepahlawanan melainkan orang terdekat, contohnya seorang Ayah.

Pada suatu sore yang membawa pulang ketika ranum wajah senja di balik senyum saga, relakan ia kembali ke peraduan. Jika nanti genap segala usia, takkan cukup narasi panjang menceritakan; cinta, perjuangan, dan tauladannya. Dia akan senantiasa hidup meski dunia tak lagi mengingatkan. Selaiknya pahlawan suatu bangsa, abadi kisahnya meski tak pernah tercatat dalam buku-buku sejarah yang diberitakan manusia kepada dunia.

Semoga yang terbaik diberikan dan dikaruniakan kepada kita semua. Cukupkan usia saja yang menua tapi tidak dengan waktu bersama. Semoga senja tidak terburu-buru dalam kepulangannya, sebelum agama mengkhitbahkan dunia padaku dan Tuhan kembali menghalalkan Islam dalam dadaku.

Usia dan waktu akan menjelaskan dengan bijaksana bahwa hidup adalah bagaimana berbakti dan mengupayakan segala hal yang lurus, tak peduli masa akan membawa ke mana segala asa, doa senantiasa hidup beriringan bersama. Cinta dan harapan adalah hal tak terpisahkan seperti halnya permohonan dan pengabulan, di mana semuanya menjadi satu dengan apa yang sudah ditentukan.

"Pahlawan paling tangguh yang tidak pernah tercantum dalam buku sejarah namun kisah anak-anaknya menjadi bukti dan bentuk perjuangannya tidak pernah sia-sia."

Kisah-kisah yang diceritakan masih saja menjadi bukti, kenang yang disemogakan agar tidak lepas dari ingatan adalah salah satu syarat menjadi bakti. Kelak semesta akan membicarakannya panjang lebar dari dasar bumi melambung tinggi menyeberangi awan tipis, ke samawi. Setiap kisah telah terpatri menjadi suatu keharusan, dipuji dan segala usaha semoga senantiasa abadi di sini.

Ayah, Pahlawan yang Tidak Tercantum dalam Buku Sejarah

Ayah bagaimana kabarmu hari ini. Masihkah tubuhmu sekuat dahulu, masihkah ingatanmu setajam ketika anakmu ini bermain kelereng di waktu kecil? Bagaimana hari-harimu yang panjang, segala tetes keringat yang membasah dan membasuh semoga tidak membuat perih. Perjuangan dan cita-cita tumbuh besar di sini, dalam batin dan jiwa. Jika kelak dunia lebih mengenalmu sebagai seorang ayah, biarkan saya mengenangmu sebagai tonggak segala keberhasilan dunia.

Sudah lama ya kita tidak bertutur sapa dan bercanda. Sudah lama ya engkau tidak menggendongku seperti dahulu kala. Masih ingatkah engkau, Ayah? Dulu setiap sore selalu saya tunggu di arah timur dekat rumah, sekedar menyambutmu pulang kerja dan engkau dengan senyum penuh bahagia meski lelah tetap mengangkat tubuhku ke atas sepeda tua. Ingatan itu tidak pernah hilang sampai saat ini dan selalu saja membuat haru.

Waktu begitu cepatnya berlalu dan sekarang anakmu ini telah tumbuh dewasa. Maaf jika belum memberikan apa-apa dan hanya bisa membuatmu kerepotan setiap saat. Namun baktiku masih saja sama, mencintaimu dan menganggapmu sebagai seseorang yang sangat berarti.

Saya sadar betul bahwa usiamu hampir setengah abad lebih dan hidup telah membawa banyak pengalaman. Harapanku masih saja sederhana, membuatmu merasakan setiap jerih payahmu. Melihatku berhasil menemukan apa yang dicari dan dicita-citakan. Saya tidak pernah bermimpi menjadi orang sukses seperti kebanyakan orang-orang di luar sana. Saya hanya bermimpi tentang satu hal, semoga Tuhan masih memberikan kasih sayangnya untuk kita semua dan mengutuhkan kata “keluarga”.

Yogyakarta, Agustus 2018

Achmad Fauzy Hawi

Sering mendengarkan daripada bercerita, lebih banyak minum kopi hitam daripada menulis. Bisa dijumpai juga di sosial media dengan akun Achmad Fauzy Hawi

Posting Komentar

Berkomentarlah dengan bijak

Lebih baru Lebih lama