Belajar Kepada Rusdi Mathari: Merasa Pintar, Bodoh Saja Tak Punya

Ritus & Langgam - Hidup itu adalah tentang mengabdi dan memberi, perihal menerima dan diterima itu bukanlah urusan manusia melainkan urusan Tuhan. Sedangkan untuk urusan masa depan tidak perlu dikira-kira, sebab hidup adalah hari ini. Manusia hanya perlu berserah diri karena baik dan buruk, benar dan salah itu tidak bisa diukur oleh akal dan pemikiran, melainkan oleh apa dan siapa yang ada dalam diri manusia itu sendiri.


Jika pernah membaca buku karya Rusdi Mathari yang berjudul “Merasa Pintar Bodoh Saja Tak Punya: Kisah Sufi dari Madura” maka kita akan memahami banyak hal, setidaknya tentang bagaimana sikap seseorang untuk menjadikan ucapannya bentuk kebenaran, tentang bagaimana memaksakan pemikiran pada orang lain, dan tentang bagaimana cara pandang orang lain pada diri kita.

Buku yang diterbitkan oleh Penerbit Buku Mojok ini adalah buku yang dihasilkan dari tulisan berseri. Pertama kali dimuat di situs resmi Mojok[dot]co pada tahun 2015, setelah mendapatkan banyak respon positif dari pembaca dibuatlah seri bukunya.

Saya ingin membagikan pengalaman dan pelajaran yang saya peroleh ketika membaca buku ini, siapa tahu bisa bermanfaat meskipun mungkin tidak memberikan banyak gambaran tentang isi dari buku tersebut. Dari buku ini kita akan diberikan sebuah pengetahuan baru tentang kehidupan yang ada di masyarakat, bagaimana pola pikir masyarakat dan sikap masyarakat yang diberikan. Buku ini akan membawa pembacanya untuk lebih menghargai hidup dan memaknai hidup dengan lebih baik lagi.

Kehidupan di masyarakat yang begitu banyak stigma menjadikan kita sebagai objek dan subjek secara sekaligus, menjadi subjek ketika menilai orang lain dan sebaliknya akan menjadi objek ketika orang lain menilai kita. Intinya kita menjadi komponen yang terikat dengan banyak hal melalui orang lain.
Pemikiran yang sukar diubah dan kehendak untuk diterima dengan baik oleh kehidupan sekitar menjadikan kita sebagai bagian yang benar dan baik dari segi pemikiran sendiri. Konsep dalam memahami kehidupan yang condong dari cara pandang orang lain begitu kental sehingga apa yang kita lakukan berdasarkan pada ukuran dan penilaian orang.

Penyajian yang begitu apik oleh Rusdi Mathari membuat saya berpikir: Seandainya saya menjadi Rusdi, apakah saya akan membuat cerita maupun tulisan seperti ini (biarpun ini tidak mungkin karena pengetahuan dan pengalaman yang begitu jauh). Ketika saya membaca buku ini, seakan-akan disuguhkan dengan kejadian langsung dan fakta yang sering saya temukan. Mungkin Anda juga merasakan hal serupa kalau sudah membaca buku “Merasa Pintar Bodoh Saja Tak Punya: Kisah Sufi dari Madura“.

Pada dasarnya, isi dari sebuah buku merupakan kejujuran seorang penulis yang disampaikan dengan cara yang berbeda, seperti halnya yang pernah diucapkan dan dituliskan oleh Paulo Coelho dalam pembukaan novelnya (Eleven Minutes) — Menceritakan tentang Maria gadis Brasil yang memiliki mimpi besar namun mimpinya jauh dari ekspektasi.

Pesan yang ingin disampaikan oleh Rusdi Mathari bisa dikatakan sebagai bentuk kejujurannya dalam memaknai kehidupan dan segala aspek yang berkaitan dengan kehidupan itu sendiri, seperti manusia dan segala hal yang melekat pada manusia itu sendiri. Dia (Rusdi Mathari) berusaha memaparkan segala yang diketahui dan dipahaminya, selain itu juga dia menjadikan tulisannya sebuah kabar bagi kita semua untuk lebih mengerti, memahami, lalu memaknai hidup sehingga tidak hanya berdasarkan pada penilaian orang.

Terakhir saya ingin mengucapkan, hiduplah dengan penuh bakti tanpa pernah berpikir untuk menyakiti apalagi menghakimi apa yang melekat dan keluar dari proses dan kehidupan orang lain. Karena hidup dikatakan baik apabila mampu memahami diri sendiri dan dikatakan benar apabila ia mampu memahami kebenaran yang tertanam dalam dirinya.
Ritus & Langgam

Manuskrip digital dan dokumentasi tulisan Achmad Fauzy Hawi

Posting Komentar

Berkomentarlah dengan bijak

Lebih baru Lebih lama